Minggu, 04 Mei 2014

Sejarah Islam Indonesia



SEJARAH (ISLAM) INDONESIA
Peringatan Hari Pahlawan 10 November mengingatkan kita pada teriakan “Allahu Akbar, Allahu Akbar…”  Bung Tomo, arek-arek Suroboyo, dan pasukan non reguler muslim Hizbullah-Sabilillah. Peristiwa ini didahului dengan fatwa Resolusi Jihad dari Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari yang menyerukan agar umat Islam melakukan jihad fi sabilillah atau perang di jalan Allah untuk mengusir penjajah yang ingin menguasai sebuah “darus salam” yang baru saja diproklamirkan.
Buku-buku sejarah yang dicetak di era Orde Baru hampir tidak pernah menyebut Resolusi Jihad itu sebagai bagian dari sejarah. Buku babon Sejarah Nasional Indonesia juga tidak menyebut kata Resolusi Jihad. Dengan model penulisan konvensional yang terfokus pada peran tokoh-tokoh heroik, buku sejarah enam jilid itu juga tidak menyebut nama KH Hasyim Asy’ari, padahal telah ditetapkan sebagai salah seorang Pahlawan Nasional di era Orde Lama.
Yang lebih membuat warga Nahdliyin tersenyum kecut, dalam buku Memoar Bung Tomo juga tidak menyebutkan nama KH Hasyim Asy’ari. Padahal berbagai dokumen foto dan kesaksian para sesepuh menyebutkan kedekatan seorang Bung Tomo, sosok yang paling populer dalam sejarah Hari Pahlawan, dengan seorang guru agama dan ulama besar asal Jombang itu, guru dari Bung Karno, Jenderal Sudirman dan para pejuang kemerdekaan.
Lagi-lagi, buku Memoar Bung Tomo itu juga dicetak di era Orde Baru yang nyaris selama 32 tahun berkuasa tidak memberikan ruang bagi NU untuk berkiprah, bahkan dalam catatan sejarah sekalipun. Posisi kedekatan NU dengan Soekarno di satu sisi, pilihan NU menjadi partai politik di sisi lain, serta gaya politik “tangan dingin” Orde Baru benar-benar memukul mundur NU dalam proses “pembangunan” Indonesia.
Baiklah, itu masa lalu, dan saat ini NU sudah semakin banyak ditulis dalam buku sejarah baik dalam buku-buku yang diterbitkan oleh NU sendiri maupun buku-buku sejarah “resmi”. Namun salah satu akibat dari penyingkiran sejarah NU adalah tercerabutnya Islam dan umat Islam dalam pusaran sejarah. Menyingkirkan NU dalam pusaran sejarah sama saja menggiring Indonesia menjadi negara sekuler dalam pengertiannya yang paling sederhana, terpisah dari agama (Islam).
Resolusi Jihad dan gema takbir arek-arek Suroboyo dan para santri dari berbagai pondok pesantren dalam revolusi berdarah di Surabaya 1945 mengingatkan kembali kepada serangkaian perjuangan kaum santri baik jiwa dan raga dalam mendirikan negara ini. Resolusi Jihad dan gema takbir mengingatkan bahwa pendirian negara bernama Indonesia ini dan upaya mempertahankannya dari segala bentuk penjajahan merupakan manifestasi dari ajaran agama Islam.
Peringatan Resolusi Jihad dan Hari Pahlawan sedianya mengingatkan bahwa spirit dan nilai-nilai agama harus tetap menjiwai proses penataan negara Indonesia yang baru saja dirombak besar-besaran sejak berakhirnya Orde Baru. Semangat dan keberanian para ulama untuk mendirikan negara dengan mengintegrasikan Islam dalam satu produk kebudayaan adiluhung bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasar pada Pancasila dan UUD 1945 dan merebut kembali Indonesia dari tangan penjajah harus diwariskan dari generasi ke generasi.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar