Kamis, 30 Januari 2014

Biografi Soe Hok Gie

Biografi Soe Hok Gie
Nama Lengkap : Soe Hok Gie
Alias : Gie
Profesi :
Tempat Lahir : Jakarta
Tanggal Lahir : Kamis, 17 Desember 1942
Zodiac : Sagittarius
Warga Negara : Indonesia
Soe Hok Gie adalah salah seorang aktivis Indonesia keturunan tionghoa yang turut andil dalam penurunan kekuasaan Orde Lama. Lahir di Jakarta, 17 Desember 1942, Gie merupakan anak ke empat dari lima bersaudara keluarga Soe Lie Piet. Ayah Gie, Soe Lie Pit adalah seorang novelis. Gie kecil sering mengunjungi perpustakaan umum dan taman bacaan di pinggir-pinggir jalan di Jakarta bersama kakaknya, Soe Hok Djin. Lahir dari keluarga penulis membuat Gie begitu dekat dengan sastra. Seorang peneliti menyebutkan bahwa sejak masih sekolah dasar (SD), Gie bahkan sudah membaca karya-karya sastra yang serius, seperti karya Pramoedya Ananta Toer.
Gie menamatkan pendidikan SMA di Kolese Kanisius jurusan sastra. Selama mengenyam pendidikan di Kanisius inilah minat Gie pada dunia sastra semakin mendalam, serta ia juga mulai tertarik pada ilmu sejarah. Dari sini, kesadaran berpolitiknya pun mulai bangkit, membuat catatan perjalanan dan tulisan-tulisan Gie menjadi tajam dan penuh kritik. Setelah menamatkan pendidikan di Kanisius, Gie melanjutkan pendidikannya di Universitas Indonesia (UI). Gie memilih masuk ke fakultas sastra dan mengambil jurusan Sejarah. Pada saat menjadi mahasiswa ini, Gie menjadi aktivis kemahasiswaan. Gie juga menjadi salah satu pendiri Mapala UI, himpunan mahasiswa pencinta alam Universitas Indonesia, yang salah satu kegiatan pentingnya adalah naik gunung.
Gie juga dikenal sebagai penulis yang produktif. Tulisan-tulisannya banyak dimuat di beberapa media massa, seperti Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Sebagai aktivis kemahasiswaan, Gie juga sempat terlibat sebagai staf redaksi Mahasiswa Indonesia, sebuah koran mingguan yang diterbitkan oleh mahasiswa angkatan 66 di Bandung untuk mengkritik pemerintahan Orde Lama. Pada tahun 1983, Gie menerbitkan buku berjudul "Catatan Seorang Demonstran" yang merupakan buku harian Gie sendiri. Beberapa buku Gie yang lain juga diterbitkan, di antaranya "Zaman Peralihan" (1995) yang merupakan kumpulan artikel Gie selama rentang tiga tahun masa Orde Baru, "Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan (1997) dan "Di Bawah Lentera Merah" (1999) keduanya merupakan skripsi Gie yang kemudian dibukukan.
Pada tahun 1969, bersama Mapala UI Gie berencana menaklukkan Gunung Semeru. Pada tanggal 8 Desember 1969, Gie bersama rekan Mapala UI memulai pendakian Gunung Semeru. Sebelum berangkat, Gie sempat menuliskan catatannya: "Saya tak tahu apa yang terjadi dengan diri saya. Setelah saya mendengar kematian Kian Fong dari Arief hari Minggu yang lalu. Saya juga punya perasaan untuk selalu ingat pada kematian. Saya ingin mengobrol-ngobrol pamit sebelum ke semeru. Dengan Maria, Rina dan juga ingin membuat acara yang intim dengan Sunarti. Saya kira ini adalah pengaruh atas kematian Kian Fong yang begitu aneh dan begitu cepat". Pada tanggal 16 Desember 1969, sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-27 Gie meninggal di Gunung Semeru bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis, akibat menghirup asap beracun di gunung tersebut.
Pada tahun 2005, sutradara muda Riri Riza menggarap film berjudul "Gie", yang diangkat dari buku "Catatan Seorang Demonstran" karya Gie sendiri. Dalam film ini, tokoh Gie diperankan oleh aktor Nicholas Saputra. Pada Festival Film Indonesia 2005, Gie memenangkan tiga penghargaan, masing-masing dalam kategori Film Terbaik, Aktor Terbaik (Nicholas Saputra), dan Penata Sinematografi Terbaik (Yudi Datau). Serta terpilih dalam nominasi beberapa kategori penghargaan FFI.

Senin, 20 Januari 2014

Pemilu Dari Masa Ke Masa

Pemilu Dari Masa Ke Masa
Pemilu 1955
Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia setelah kemerdekaan tahun 1945. Inilah tonggak pertama masyarakat Indonesia belajar tentang demokrasi. Indonesia baru yang sangat muda terseok- seok dalam mempersiapkan pemilu. Situasi keamanan yang belum kondusif, kabinet yang penuh friksi, dan gagalnya pemerintahan baru menyiapkan perangkat Undang-Undang pemilu membuat pemungutan suara baru bisa dilaksanakan 10 tahun setelah kemerdekaan.
Dalam pemilu pertama ini masyarakat memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Konstituante adalah lembaga negara yang ditugaskan untuk membentuk Undang-Undang Dasar baru menggantikan UUD sementara 1950. Anggota angkatan bersenjata dan polisi ikut berpartisipasi dalam pemungutan suara.
Pemilu tahun 1955 diadakan dalam dua periode. Pada periode pertama tanggal 29 September 1955 masyarakat memilih anggota DPR. Lalu, pada periode kedua pada 15 Desember 1955 masyarakat memilih anggota Konstituante. Tak kurang dari 80 partai politik, organisasi massa, dan puluhan perorangan ikut serta mencalonkan diri.
Pada Maret 1956 parlemen terbentuk dengan jumlah angggota sebanyak 272 orang. Ada 17 fraksi yang mewakili 28 partai peserta pemilu, organisasi, dan perkumpulan pemilih. Sedangkan anggota Konstituante berjumlah 542 orang. Mereka dilantik pada 10 November 1956.
Selanjutnya, kondisi politik Indonesia pasca pemilu 1955 sarat dengan berbagai konflik. Akibatnya, pemilu berikutnya yang dijadwalkan pada tahun 1960 tidak dapat terselenggara. Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit pada 5 Juli 1959 yang membubarkan DPR dan Konstituante hasil pemilu 1955 serta menyatakan kembali ke UUD 1945. Soekarno secara sepihak membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya diangkat oleh presiden.
Pemilu 1955
·         Pemenang pemilu : -
·         Jumlah Peserta Pemilu : 29 Parpol
·         Tahapan:
1.      29 September 1955 (Pemilu Anggota DPR)
2.      15 Desember 1955 (Pemilu Anggota Konstituante)

Pemilu 1971
Gonjang-gonjang politik pasca pemilu 1955 berujung pada huru-hara gerakan 30 september Partai Komunis Indonesia pada tahun 1966. Presiden Soekarno yang memimpin Indonesia sejak tahun 1945 akhirnya lengser satu tahun kemudian. Pada tahun 1968 Soeharto ditetapkan oleh MPR Sementara sebagai Presiden Indonesia. Era kepemimpinan Soeharto selanjutnya disebut sebagai zaman orde baru, untuk membedakan dengan zaman Soekarno yang disebut sebagai orde lama.
Tiga tahun memerintah Indonesia, Soeharto akhirnya menggelar pemilu kedua yang tertunda-tunda di negeri ini pada 5 Juli 1951. Ini adalah pemilu pertama setelah orde lama atau pemilu pertama di zaman orde baru. Pemilu diikuti oleh 10 partai politik dari beragam aliran politik. Hal baru yang menarik pada pemilu tahun ini adalah ketentuan yang mengharuskan semua pejabat negara bersikap netral. Ini berbeda dengan pemilu tahun 1955 di mana para pejabat negara yang berasal dari partai ikut menjadi calon partai secara formal. Namun, dalam prakteknya, para pejabat negara berpihak ke salah satu peserta pemilu yaitu Golongan Karya. "Rekayasa politik" orde baru yang berlangsung hingga 1998 di mulai pada tahun ini. Sejumlah kebijakan ditelurkan demi menguntungkan Golongan Karya.
Pemilu 1971 :
·         Pemenang Pemilu : Golongan Karya (Golkar)
·         Jumlah Peserta : 9 Partai + 1 Organisasi Masyarakat
·         Tahapan : 5 Juli 1971
Pemilu Orde Baru  (1977-1997)
Pasca pemilu 1971 ada lima pemilu yang diselenggarakan di bawah rezim orde baru, yaitu pemilu tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Lima pemilu itu berlangsung "seragam" dan diikuti oleh dua partai yaitu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) serta satu Golongan Karya (Golkar). Pemilu selalu dimenangkan oleh Golongan Karya dan MPR selalu menunjuk Soeharto sebagai Presiden.
Setelah pemilu 1971 yang diikuti 10 konstestan, terbitlah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Undang-Undang baru ini mengatur soal penggabungan partai politik. Sembilan partai politik yang ada diciutkan menjadi hanya dua. Partai-partai beraliran islam bergabung dalam satu wadah Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sementara, partai-partai di luar islam bergabung dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Kedua partai itu bertarung dengan Golongan Karya dalam setiap pemilu di masa orde baru.
Selama periode orde baru masyarakat Indonesia memilih partai dalam setiap pemilu. Lalu partai menentukan siapa yang menjadi wakil rakyat di Dewan Permusyarawatan Rakyat (DPR). Semua anggota DPR adalah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. Selain anggota DPR, anggota MPR berisikan utusan golongan. MPR bermusyawarah untuk menunjuk presiden.
Pemilu 1977   :            2 Mei
Pemilu 1982   :            4 Mei
Pemilu 1987   :            23 April
Pemilu 1992   :            9 Juni
Pemilu             1997   : 29 Mei
Pemilu 1977-1997 :
·         Pemenang Pemilu : Partai Golongan Karya (GOLKAR)
·         Jumlah Peserta : 3 Parpol
·         Tahapan : 1977, 1982, 1987, 1992, 1997
Pemilu 1999
Pemilu 1999 merupakan tonggak baru demokrasi Indonesia. Penguasa Orde Baru Soeharto mundur dari kekuasaan pada 20 Mei 1998 karena desakan masyarakat. BJ Habibie yang semula adalah wakil presiden naik menjadi Presiden menggantikan Soeharto. Roh demokrasi yang semasa rezim orde baru dipasung hidup kembali. Ratusan partai politik terbentuk dan mendaftarkan diri sebagai peserta pemilu. Komisi Pemilihan Umum melakukan seleksi dan meloloskan 48 partai politik. Golkar yang semula bukan partai di tahun ini berubah menjadi partai politik. Lima besar partai pemenang pemilu adalah:

No
Partai
Suara
Persen
Kursi DPR
1
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
35.689.073
33,74
153
2
Partai Golkar 
23.741.749
22,44
120
3
Partai Persatuan Pembangunan
11.329.905
10,71
58
4
Partai Kebangkitan Bangsa
13.336.982
12,61
51
5
Partai Amanat Nasional
7.528.956
7,12
34

Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menjadi partai pemenang, namun ketua umum partainya, Megawati Soekarnoputri, gagal menjadi presiden. Di zaman ini presiden masih dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Musyawarah di MPR memutuskan mengangkat Abdurrahman Wahid dari Partai Kebangkitan Bangsa sebagai presiden dengan Megawati sebagai wakil presiden.
Pemilu 1999 :
·         Pemenang Pemilu : Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P)
·         Jumlah Peserta : 48 Parpol
·         Tahapan : 7 Juni 1999


Pemilu 2004
Pemilu 2004 menjadi catatan sangat penting dalam sejarah pemilu di Indonesia. Pada tahun ini untuk pertama kali rakyat Indonesia memilih langsung wakilnya di parlemen dan pasangan presiden dan wakil presiden. Sebelumnya, presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Oleh karena itu pelaksanaan pemilu dibagi menjadi dua yaitu pemilu legislatif dan pemilu presiden.
Pemilu legislatif
Pemilu legislatif digelar sebagai rangkaian pertama pada 5 April 2004 dan diikuti 24 partai politik. Partai-partai politik yang memperoleh suara lebih besar atau sama dengan tiga persen dapat mencalonkan pasangan calonnya untuk maju pada pemilihan Presiden.
Hasil lima besar pemilu legislatif 2004
No
Partai
Suara
Persen
Kursi DPR
1
Partai Golongan Karya
24.480.757
21,58
128
2
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
21.026.629
18,53
109
3
Partai Kebangkitan Bangsa
11.989.564
10,57
52
4
Partai Persatuan Pembangunan
9.248.764
8,15
58
5
Partai Demokrat
8.455.225
7,45
57
Pemilu Presiden
Pemilu presiden tahun 2004 diikuti lima pasang calon yaitu,
  1. Susilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla
  2. Megawati Soekarnoputri – Hasyim Muzadi
  3. Wiranto - Solahuddin Wahid
  4. Amien Rais – Siswono YudoHusodo
  5. Hamzah Haz – Agum Gumelar
Hasil pemilu presiden putaran pertama 5 April 2004
Rangking
Pasangan Capres-Cawapres
Suara
Persen
1
Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla
36.070.622
33.58%
2
Megawati-Hasyim Muzadi
28.186.780
26.24%
3
Wiranto-Sallahuddin Wahid
23.827.512
22.19%
4
Amien Rais-Siswono Y.H
16.042.105
14.94%
5
Hamzah Haz-Agum Gumelar
3.276.001
3.05%
Sumber data : KPU
Karena tidak ada yang memperoleh suara 50 persen plus satu, maka diselenggarakan putaran kedua yang diikuti oleh dua besar yaitu pasangan Susilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla dan Megawati Soekarno putri - Hasyim Muzadi.
Hasil pemilu presiden putaran kedua 5 Juli 2004
Pemilu 2004 :
·         Pemenang Pemilu : Susilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla
·         Jumlah Peserta :
1.      Tahap Pertama : Diikuti 5 pasangan Capres dan Cawapres
2.      Tahapan Kedua : Diikuti 2 Pasangan Capres dan Cawapres
·         Tahapan :
1.      Putaran Pertama : 5 Juli 2004
2.      Putaran Kedua : 20 September 2004
PEMILU 2009
Pemilu Legislatif 2009 digelar pada 9 April 2009 dan diikuti 38 partai politik. Ribuan calon anggota legislatif memperebutkan 560 kursi DPR, 132 kursi DPD, dan banyak kursi di DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Untuk pertama kalinya, sistem sistem proporsional terbuka diterapkan pada Pileg 2009. Melalui sistem ini, pemilih tak lagi memilih partai politik, melainkan caleg. Penetapan calon terpilih pada suatu daerah pemilihan dilakukan berdasarkan perolehan suara terbanyak, bukan nomor urut.
Sebanyak 121.588.366 pemilih yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia berpartisipasi dalam pileg 2009. Partai Demokrat yang dipimpin oleh Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono berhasil memenangi pileg 2009 dengan meraup 21.703.137 suara atau sebanyak 20,85 persen. Selain itu, ada 8 partai lainnya yang lolos parliamentary threshold, yakni, Partai Golkar, PDI Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hanura, dan Partai Gerindra.
Pemilu 2009 :
·         Pemenang Pemilu : Susilo Bambang Yudhoyono – Boediyono
·         Peserta Pemilu : 3 Pasangan Capres dan Cawapres
·         Tahapan : 8 Juli 2009