Menggagas Format Masa Depan Indonesia
ABSTRAKSI
Indonesia, tanah airku, tanah
tumpah darahku, membentang luas dari Sabang sampai Merauke dengan gugusan
belasan ribu pulau. Samudera dan lautan berada diantara pulau-pulaunya, sungguh
letak yang begitu strategis, ketika melihat negeri kita berada diantara
Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, dan diantara dua benua Asia dan
Australia. Potensi geografis, geopolitik, geoekonomi melingkupi negeri kita,
tidak dapat dipungkiri banyak potensi sumber daya alam yang tertanam di tanah
yang kita pijak ini. Sumber daya pertanian, perikanan, peternakan, hutan,
pertambangan, sungguh betul bahwasannya negeri kita laksana zamrud di tengah
khatulistiwa. Jumlah penduduk pun, Indonesia termasuk ke dalam lima besar di
antara negara-negara dunia. Indonesia, tanah airku, tanah tumpah darahku,
KAMMI sebagai elemen yang tidak terpisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia, sudah seharusnya mampu memberikan sebuah solusi bagi masa depan bangsa. Indonesia masa depan menjadi bangsa yang kokoh dan tangguh di setiap lini, mandiri, tidak dipenuhi oleh orang-orang yang plin-plan, tidak bisa diobok-obok seenak-enaknya oleh bangsa lain, disegani dalam pergaulan bangsa-bangsa dunia, dan rahmat solidnya negara kita tidak hanya dirasakan oleh rakyat kita saja, tapi bisa menjadi inspirasi kebaikan bagi negara lain. KAMMI yang mempuyai visi besar sebagai “wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan pemimpin masa depan yang tangguh dalam upaya mewujudkan masyarakat Islami di Indonesia” harus bisa menjadi pelopor, penggerak elemen-elemen lain untuk bersama-sama memberikan solusi dan menjadi problem solver terhadap permasalahan yang sedang dihadapi Bangsa Indonesia. Trade mark “Muslim Negarawan” yang sedang diusung pun harus menjadi sebuah solusi yang tidak hanya bisa ditawarkan, tapi sangat memungkinkan untuk bisa direalisasikan.
KAMMI sebagai elemen yang tidak terpisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia, sudah seharusnya mampu memberikan sebuah solusi bagi masa depan bangsa. Indonesia masa depan menjadi bangsa yang kokoh dan tangguh di setiap lini, mandiri, tidak dipenuhi oleh orang-orang yang plin-plan, tidak bisa diobok-obok seenak-enaknya oleh bangsa lain, disegani dalam pergaulan bangsa-bangsa dunia, dan rahmat solidnya negara kita tidak hanya dirasakan oleh rakyat kita saja, tapi bisa menjadi inspirasi kebaikan bagi negara lain. KAMMI yang mempuyai visi besar sebagai “wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan pemimpin masa depan yang tangguh dalam upaya mewujudkan masyarakat Islami di Indonesia” harus bisa menjadi pelopor, penggerak elemen-elemen lain untuk bersama-sama memberikan solusi dan menjadi problem solver terhadap permasalahan yang sedang dihadapi Bangsa Indonesia. Trade mark “Muslim Negarawan” yang sedang diusung pun harus menjadi sebuah solusi yang tidak hanya bisa ditawarkan, tapi sangat memungkinkan untuk bisa direalisasikan.
I.
PENDAHULUAN
Indonesia, tanah airku, tanah
tumpah darahku, membentang luas dari Sabang sampai Merauke dengan gugusan
belasan ribu pulau. Samudera dan lautan berada diantara pulau-pulaunya, sungguh
letak yang begitu strategis, ketika melihat negeri kita berada diantara
Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, dan diantara dua benua Asia dan Australia.
Potensi geografis, geopolitik, geoekonomi melingkupi negeri kita, tidak dapat
dipungkiri banyak potensi sumber daya alam yang tertanam di tanah yang kita
pijak ini. Sumber daya pertanian, perikanan, peternakan, hutan, pertambangan,
sungguh betul bahwasannya negeri kita laksana zamrud di tengah khatulistiwa.
Jumlah penduduk pun, Indonesia termasuk ke dalam lima besar di antara
negara-negara dunia.
Ada pertanyaan yang
menggelitik, sungguh dengan potensi yang sedemikian banyaknya dari negeri kita,
sudah sejauh manakah negara kita mampu untuk benar-benar mandiri menghidupi
hajat hidup berbangsa dan bernegara ? Bagaimana posisi tawar negara kita di
tengah-tengah percaturan kehidupan negara-negara di dunia ? Sudah cukup mapan
dan idealkah dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara kita ? Sejauh mana
peningkatan kualitas sumber daya manusia di negara kita ?
Jawaban-jawaban dari
pertanyaan tersebut, saya yakin, ada dalam setiap benak kita, dan bisa jadi
butuh berlembar-lembar kertas untuk menjabarkannya secara panjang lebar. Satu
hal yang kemudian saya ajukan, sebagai seorang anggota biasa KAMMI dan sebagai
seorang warga negara Indonesia sekaligus sebagai seorang muslim, apa sumbangsih
yang bisa kita berikan untuk menggagas format masa depan Indonesia ?
Kenapa harus mau dan dipaksakan untuk menggagas format masa
depan Indonesia ? KAMMI yang mempuyai visi besar sebagai “wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan pemimpin masa depan
yang tangguh dalam upaya mewujudkan masyarakat Islami di Indonesia” harus
bisa menjadi pelopor, penggerak elemen-elemen lain untuk bersama-sama memberikan
solusi dan menjadi problem solver
terhadap permasalahan yang sedang dihadapi Bangsa Indonesia. Trade mark “Muslim Negarawan” yang
sedang diusung pun harus menjadi sebuah solusi yang tidak hanya bisa
ditawarkan, tapi sangat memungkinkan untuk bisa direalisasikan.
II. PEMBAHASAN
“Kemerdekaan yang semestinya
menjadi harapan masyarakat Indonesia kini telah berubah makna. Berubah menjadi
kekejaman, kekerasan, perpecahan, serta penindasan. Harga bangsa ini telah
tergadai dengan minuman gelas, penjaga rumah, dan pembantu rumah tangga. Sesama
anak bangsa harus bergandengan tangan, karena telah nyata di depan mata kita
terjadi banyak peristiwa yang mengarah pada permusuhan dan pelenyapan Bangsa
Indonesia yang dilakukan oleh negara yang tidak senang terhadap bangsa ini. Kita
akan kuat dan tidak terkalahkan, kalau kita bersatu, menghargai sesama pemeluk
agama, tidak memperkosa hak orang lain, serta berbuat adil terhadap
sesama” (Dien Syamsudin dalam Tarbawi,
2003).
“Akhir tahun 1997 bangsa
Indonesia mengalami krisis moneter yang berkepanjangan. Krisis ini meluas dan
berkembang menjadi krisis ekonomi dan politik. Masyarakat, khususnya rakyat
kecil menjadi bagian yang paling merasakan damapak dari krisis ini. Harga-harga
melambung tinggi, tak terjangkau oleh daya beli rakyat. Kerawanan pangan
terjadi dimana-mana, keresahan sosial terus menggejala. Dan dalam tempo yang
sesingkat-singkatnya status bangsa Indonesia merosot drastis dari bangsa yang
sedang berkembang menjadi bangsa miskin yang terbelakang. Mungkin dunia
terkejut dengan krisis yang terjadi di Indonesia, karena sebelumnya bank dunia
telah terlanjur melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang begitu baik. Jika
dicermati lebih teliti, krisis ini memang mungkin sudah seharusnya terjadi
sebagai buah dari kebijakan ekonomi politk yang telah diajalani Orde Baru
selama ini. Perilaku Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang “dicontohkan”
oleh penguasa diikuti secara “sistemik” oleh masyarakat sampai akhirnya menjadi
budaya negatif yang sulit diperangi. Akibatnya tingkat produktivitas Indonesia
sangat rendah. Industri-industri yang dibangun dengan berbasis pada utang luar
negeri dan bahan baku impor juga ikut mengambil peranan bagi ambruknya perekonomian
Indonesia. Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang sakit, gonjang-ganjing politik
pun tak dapat lagi dihindari” (Riyadi
dalam Gerakan Perlawan dari Mesjid Kampus, 2001).
“Penyebab keterpurukan negeri
kita saat ini adalah lemahnya politik ekonomi pemerintah menghadapi politik
ekonomi kapitalis yang dilakukan pihak asing, misalnya IMF dan kaki tangannya
di negeri ini. Lembaga asing itu, seolah sepakat menjadikan negeri kita
permainan modal internasional. Mereka menyetor dan menarik uang panas di negeri
kita. Penyebab lain yang utama adalah korupsi yang begitu akut melanda negeri
ini. Korupsi terjadi karena sentralisasi keuangan, tabungan dan pendapatan
masyakat di Jakarta. Untuk bangkit dari segala keterpurukan ini, kuncinya
adalah pemerintah. Tapi pemerintah malah tidak punya visi jelas mau ke mana
bangsa ini diarahkan” (Baswir
dalam Tarbawi, 2003).
Kutipan-kutipan di atas
setidaknya memberikan sedikit deskripsi tentang warna perjalanan kehidupan
tanah air kita, yang saat ini usianya telah mencapai 62 tahun. Berbagai macam
permasalahan yang mengarah pada disintegrasi bangsa sering muncul dan
tenggelam, dengan solusi permasalahan yang selalu belum tuntas. Masalah kredibilitas moral para penguasa negara yang
rata-rata “bermasalah”, yang akan menggerogoti jati diri dan kepribadian
bangsa, melemahnya Sense of crisis
rakyat Indonesia untuk membangun bangsanya secara bersama-sama.
Indonesia, tanah airku, tanah
tumpah darahku, semenjak dahulu selalu menjadi bangsa yang mengambil sikap
tidak berafiliasi kemanapun, terlihat dengan Pancasila sebagai ideologi negara,
dengan sistem demokrasi Pancasila, demokrasi ini, “yang katanya” tidak liberal dan juga tidak terpimpin, walaupun
pada prakteknya tergantung pada rezim yang kemudian berkuasa. Indonesia, tanah airku,
tanah tumpah darahku, sudah saatnya sekarang kita mencari jalan keluar dari
semua permasalahan yang ada, mencari simpul dari benang yang telah terlanjur
kusut, sungguh tidak bijak ketika kita hanya memberikan berbagai macam
kritikan, ketika tidak ada solusi yang coba ditawarkan.
KAMMI sebagai elemen yang
tidak terpisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia, sudah seharusnya mampu
memberikan sebuah solusi bagi masa depan bangsa. Indonesia masa depan menjadi
bangsa yang kokoh dan tangguh di setiap lini, mandiri, tidak dipenuhi oleh
orang-orang yang plin-plan, tidak
bisa diobok-obok seenak-enaknya oleh bangsa lain, disegani dalam pergaulan
bangsa-bangsa dunia, dan rahmat solidnya negara kita tidak hanya dirasakan oleh
rakyat kita saja, tapi bisa menjadi inspirasi kebaikan bagi negara lain.
Banyak aspek yang bisa dibidik
untuk menggagas format masa depan Indonesia, usaha ini harus berjalan kontinyu
dan bertahap. Satu hal yang bisa saya tuangkan di sini, terkait dengan
penekanan pada penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas. Gagasan ini
terinspirasi dari pernyataan Ketua Umum KAMMDA Purwokerto 2006-2008 yang
intinya apa yang bisa diberikan KAMMI untuk Indonesia ? KAMMI tidak bisa
memberikan uang, karena kita tidak punya. Tapi, KAMMI punya sumber daya manusia,
yang dididik lewat perangkat-perangkat yang telah ada di KAMMI, dengan harapan
bisa menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan siap untuk menjawab
tantangan-tantangan dan permasalahan bangsa, mampu mengisi ruang-ruang kosong
yang memang di sana butuh sentuhan perbaikan. SDM yang berkualitas inilah,
lewat gagasan dan karya nyatanya yang menjadi aset berharga yang bisa
disumbangkan untuk bangsa ini.
Ada beberapa langkah yang coba
ditawarkan untuk penyiapan sumber daya manusia berkualitas menuju Indonesia
masa depan menjadi bangsa yang kokoh dan tangguh di setiap lini, mandiri, tidak
dipenuhi oleh orang-orang yang plin-plan,
tidak bisa diobok-obok seenak-enaknya oleh bangsa lain, disegani dalam
pergaulan bangsa-bangsa dunia, dan rahmat
solidnya negara kita tidak hanya dirasakan oleh rakyat kita saja, tapi bisa
menjadi inspirasi kebaikan bagi negara lain, antara lain :
1. Pemenuhan kualifikasi untuk menjadi muslim
negarawan, dengan enam kompetensi kritis yang harus dimiliki, yaitu :
a. Pengetahuan ke-Islam-an
b. Kredibilitas Moral
c. Wawasan ke-Indonesia-an
d. Kepakaran dan profesionalisme
e. Kepemimpinan
f. Diplomasi dan jaringan
2. Menjadi figur teladan ummat, secara
pribadi dan menjadi organisasi teladan
Mubarak
(2004) menyatakan bahwa : “Kita harus mampu bergaul dengan semua lapisan
masyarakat namun dengan tampil berbeda serta berguna”.
Organisasi teladan
“Tanah Air
Republik Indonesia terdiri dari tujuh belas ribu pulau dengan penduduk lebih
dari dua ratus jiwa. Jumlah pulau dan penduduk yang banyak ini tidak mungkin
dapat dibimbing dengan keteladanan seorang figur, melainkan harus dibimbing
oleh teladan yang banyak dan terorganisir, atau organisasi yang memiliki sumber
daya manusia yang berkualitas dan berahlak mulia, jujur merupakan bekal utama
yang harus dimiliki. Organisasi tersebut akan meyebarkan anggotanya, sebagai
teladan bagi setiap lapisan masyarakat, baik lapisan atas atau bawah, para
tokoh, para pengusaha hingga para pejabat tinggi negara. Walaupun tugas mereka
tampak berbeda sesuai dengan perbedaan objek dakwah, situasi, serta kondisi
dimana mereka berada, namun visi dan misi mereka adalah satu.
Perbaikan
suatu bangsa tidak dapat hanya mengandalkan seorang figur, melainkan diperlukan
banyak figur yang tersebar ke seluruh pelosok, dengan aturan mekanisme kerja
yang harus tetap terpelihara. Bagaimanapun luasnya wawasan atau hebatnya
retorika seseorang bila dibandingkan dengan objek yang harus digarap dan
tantangannya, maka sangatlah lemah dan sangat jauh untuk memenuhi keperluan.
Oleh karena itu, tugas ini akan terasa lebih ringan bila dikerjakan secara
terencana dan terorganisir”.
Soeripto (2002) dalam Tarbawi
untuk melakukan perbaikan bangsa dalam konteks Islam, menyatakan bahwa harus
ada pola gerakan yang mendukung, hal pertama yang dilakukan adalah memperkuat
kondisi sosial ekonomi umat Islam. Dalam hal ini, Dr. Din Syamsudin (2002)
dalam Tarbawi menawarkan model pemberdayaan ekonomi ummat, “Penting untuk
mengintegrasikan yang kecil, sehingga menjadi kekuatan yang besar. Dan itu
perlu faktor leadership yang bisa megayomi, mearik, dan memberdayakan mereka
lewat program besar”. Pola kedua adalah dengan menciptakan ulama independen
“Kalau mau yang independen, ya ulama. Tapi, masalahnya ulama kan sering dibuat
tidak berperan” penuturan Daud Rasyid (2002) dalam Tarbawi. Dan yang terakhir,
meningkatkan mutu dunia pendidikan.
Perbaikan bangsa dalam
menumpas kekerdilan moral para pelaku KKN, dapat dilihat dari perkembangan
gerakan antikorupsi dalam dinamika sosial-politik Indonesia:
Tabel 1. Dinamika Gerakan
Antikorupsi
TIPOLOGI
|
BASIS
|
ORIENTASI
|
SARANA
|
CONTOH
|
Gerakan Moral
|
Nilai dan integritas
|
Kebajikan umum
|
- imbauan
- rekomendasi
- aksi temporer
|
- demonstrasi anti Soeharto dan rezim Orba yang korup
- Fakta antikorupsi yang disponsori KADIN
- Gerakan nasional antikorupsi yang dimotori NU dan Muhammadiyah
-Penghargaan Lopa Award (GOWA) atau Bung Hatta Anti Corruption Award.
|
Gerakan Intelektual
|
Ide dan opini publik
|
Kebebasan berpendapat dan bersikap
|
- diskusi
- seminar
- riset
- polling
- penerbitan media
|
- Riset yang ditekuni
MITI/IDEA dsb
- Ekspos kasus oleh
ICW/BCW dll
|
Gerakan Kultural
|
Perilaku, norma, dan kebiasaan
|
Kebebasan berekspresi dan berkelompok
|
- kelompok budaya
- masyarakat adat
- kelompok agama
|
- Revitalisasi nagari
antikorupsi
- Gerakan pemuda Hindu
antikorupsi
- Sosialiasasi fiqh antikorupsi
di NTB
|
Gerakan Sosial
|
Kepentingan bersama
|
Tatanan sosial (social order)
yang adil dan terbuka
|
- komunitas basis petani,
nelayan, buruh, pedagang, pegawai rendahan, dll yang menjadi korban
- kelompok sosial:
pemuda, pelajar/mahasiswa, kaum perempuan, penderita cacat, dll
|
- Pendidikan kritis dan
pembentukan pos antikorupsi di Lampung dan Jabar
- Pendampingan masyarakat
korban korupsi Makassar, Bulukumba, dan Kolaka.
|
Gerakan Politik
|
Ideologi
|
Kekuasaan yang terbagi (Trias
politika) dan bertanggung jawab
|
Parati politik dan kelompok penekan (pressure
groups)
|
- Gerakan antipolitik
uang, politician tracking, pakta
caleg antikorupsi
- Mengajukan legal standing atau class action kasus
- Menjadi anggota
TGPTPK/KON/KPKPN/KPTPK
- Penuntasan kasus
korupsi lewat jalur hukum (termasuk pengadilan ad hoc antikorupsi)
|
Indonesia, tanah airku, tanah
tumpah darahku, sudah saatnya tanah air kita menentukan pilihan untuk kehidupan
yang lebih baik. Keputusan ini, tentu tidak hanya mengedepankan sentimen suku
bangsa, agama, ras, antar golongan. Tapi, mari kita belajar secara obyektif
dari sejarah, liberalisme dan komunisme terbukti tumpul. Puncak peradaban telah
dipentaskan di panggung sejarah secara bergiliran, dari Peradaban Persia,
Romawi, Uni Sovyet, Amerika Serikat, dan satu yang sering kita lupakan
peradaban Islam. Tiap diri kita bisa menilai peradaban mana yang bisa menjadi
solusi permasalahan dan memberikan “rahmat” bagi semua golongan.
Filosuf eksistensialis Jerman,
Karl Jaspers (1999) dalam Islam dan Politik Upaya Membingkai Peradaban, menyatakan,
“Bilamana kekerasan lawan kekerasan dibenarkan sebagai suatu cara yang tidak
boleh tidak, maka pada hakikatnya kita telah memasuki suatu batas situasi (yang
terjal) dari eksistensi ummat manusia”, pasca kejadian bom atom Nagasaki dan Hiroshima.
Russel (1969) dalam Islam dan Politik Upaya Membingkai Peradaban (1999),
menyatakan, “ Tidaklah saya tahu kata akhir apa yang patut saya tuliskan : Hari
cerah membayang sudah. Sedangkan kita tetap saja menuju yang gelap, atau,
kadangkala saya membiarkan diri saya untuk berharap. Abad besar dunia telah
menampakkan ufuknya yang baru, tahun-tahun keemasan kini menjelang, cakrawala
tersenyum dan keyakinan dan kekuasaan kemilau, penaka kapal rusak dalam sebuah
mimpi yang ngeri. Saya telah lakukan apa yang mungkin saya lakukan, untuk
sekedar memperberat timbangan saya yang ringan, dalam usaha memberatkan neraca
di pihak harapan, tetapi usaha itu tidak lebih dari sebuah kerja kecil
menghadapi kekuatan besar. Semoga yang lain berhasil sementara generasi saya
gagal”.
“Kami ilhamkan ke dalam jiwa
manusia itu kekuatan jahat dan kekuatan baik. Sungguh sukseslah orang yang
mensucikannya. Dan (sebaliknya) gagallah orang yang membuatnya kotor dan
menyeleweng”.
III.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil
dari uraian makalah ini adalah :
1. Indonesia sudah saatnya dengan tegas
menetapkan pilihan bentuk masa depan
dengan belajar secara obyektif dari sejarah, puncak peradaban telah
dipentaskan di panggung sejarah secara bergiliran, dari Peradaban Persia, Romawi,
Uni Sovyet, Amerika Serikat, dan satu yang sering kita lupakan peradaban Islam.
2. Indonesia masa depan menjadi bangsa yang
kokoh dan tangguh di setiap lini, mandiri, tidak dipenuhi oleh orang-orang yang
plin-plan, tidak bisa diobok-obok
seenak-enaknya oleh bangsa lain, disegani dalam pergaulan bangsa-bangsa dunia,
dan rahmat solidnya negara kita tidak hanya dirasakan oleh rakyat kita saja,
tapi bisa menjadi inspirasi kebaikan bagi negara lain.
3. Strategi yang ditawarkan untuk menggagas
format masa depan Indonesia, salah satunya dengan titik tekan pada peningkatan
kualitas sumber daya manusia, melalui KAMMI ada dua titik tekan yaitu :
pemenuhan kualifikasi untuk menjadi muslim negarawan dengan enam kompetensi
kritis yang harus dimiliki (pengetahuan ke-Islam-an, kredibilitas moral,
wawasan ke-Indonesia-an, kepakaran dan profesionalisme, kepemimpinan, diplomasi
dan jaringan), menjadi figur teladan ummat secara pribadi dan menjadi
organisasi teladan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar