SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA
MENUJU KEMERDEKAAN
A. Latar
belakang kemerdekaan Indonesia
Pada tanggal 6 Agustus 1945
sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat
yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari
kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau
“Dokuritsu Junbi Cosakai”, berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa
Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan
Indonesia.
Pada tanggal 9 Agustus
1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang
menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh
Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Soekarno, Hatta selaku
pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan
ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal
Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan
akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada
tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa
Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap
memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan
sebagai hadiah Jepang.
Pada tanggal 12 Agustus
1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada
Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan
kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan
dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang
menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus. Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan
Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno
segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat
sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah
kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara
yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil
pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah,
dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang
besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap.
Soekarno mengingatkan Hatta
bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir
menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI
hanya merupakan ‘hadiah’ dari Jepang (sic). Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang
menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di
Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di
Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh
mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang
bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin
terburu-buru, Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat
proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda
tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk
oleh Jepang, Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri,
bukan pemberian Jepang.
Soekarno dan Hatta
mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di
kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka) Tapi kantor tersebut kosong. Soekarno
dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda,
di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut
kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil
menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari
Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus
keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No. 2 guna membicarakan segala
sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan. Sehari
kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh
Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat
PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta
tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengas Dengklok.
B.
Faktor Pendukung Kemerdekaan
Indonesia
1. Faktor dari dalam (internal)
·
Kenangan kejayaan masa lampau.
Bangsa-bangsa
Asia dan Afrika sudah pernah mengalami masa kejayaan sebelum masuk dan
berkembangnya imperialisme dan kolonialisme barat. Bangsa India, Indonesia,
Mesir, dan Persia pernah mengalami masa kejayaan sebagai bangsa yang merdeka
dan berdaulat. Kejayaan masa lampau mendorong semangat untuk melepaskan diri
dari penjajahan. Bagi Indonesia kenangan kejayaan masa lampau tampak dengan
adanya kenangan akan kejayaan pada masa kerajaan Majapahit dan Sriwijaya.
Dimana pada masa Majapahit, mereka mampu menguasai daerah seluruh nusantara,
sedangkan masa Sriwijaya mampu berkuasa di lautan karena maritimnya yang kuat.
·
Perasaan senasib dan sepenanggungan akibat penderitaan dan kesengsaraan
masa penjajahan.
Penjajahan yang
dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa terhadap bangsa Asia, Afrika mengakibatkan
mereka hidup miskin dan menderita sehingga mereka ingin menentang imperialisme
barat.
·
Munculnya golongan cendekiawan.
Perkembangan
pendidikan menyebabkan munculnya golongan cendekiawan baik hasil dari
pendidikan barat maupun pendidikan Indonesia sendiri. Mereka menjadi penggerak
dan pemimpin munculnya organisasi pergerakan nasional Indonesia yang
selanjutnya berjuang untuk melawan penjajahan.
·
Paham nasionalis yang berkembang dalam bidang politik, sosial ekonomi,
dan kebudayaan.
Dalam bidang politik, tampak dengan upaya gerakan
nasionalis menyuarakan aspirasi masyarakat pribumi yang telah hidup dalam
penindasan dan penyelewengan hak asasi manusia. Mereka ingin menghancurkan
kekuasaan asing/kolonial dari Indonesia.
Dalam bidang ekonomi, tampak dengan adanya usaha
penghapusan eksploitasi ekonomi asing. Tujuannya untuk membentuk masyarakat
yang bebas dari kesengsaraan dan kemelaratan untuk meningkatkan taraf
hidup bangsa Indonesia.
Dalam bidang budaya, tampak dengan upaya untuk melindungi,
memperbaiki dan mengembalikan budaya bangsa Indonesia yang hampir punah karena
masuknya budaya asing di Indonesia. Para nasionalis berusaha untuk
memperhatikan dan menjaga serta menumbuhkan kebudayaan asli bangsa
Indonesia.
2. Faktor dari luar (eksternal).
·
Kemenangan Jepang atas Rusia (1905).
Pada tahun 1904-1905
Jepang melawan Rusia dan tentara Jepang berhasil mengalahkan Rusia. Hal ini
dikarenakan, modernisasi yang dilakukan jepang yang telah membawa kemajuan
pesat dalam berbagai bidang bahkan dalam bidang militer. Awalnya dengan
kekuatan yang dimiliki tersebut Jepang mampu melawan Korea tetapi kemudian dia
melanjutkan ke Manchuria dan beberapa daerah di Rusia. Keberhasilan Jepang
melawan Rusia inilah yang mendorong lahirnya semangat bangsa-bangsa Asia Afrika
mulai bangkit melawan bangsa asing di negerinya.
· Perkembangan Nasionalisme di Berbagai Negara.
a. Pergerakan
Kebangsaan India.
India untuk
menghadapi Inggris membentuk organisasi kebangsaan dengan nama ”All India
National Congres”. Tokohnya, Mahatma Gandhi, Pandit Jawaharlal Nehru, B.G.
Tilak,dsb. Mahatma Gandhi memiliki dasar perjuangan :
o Ahimsa (dilarang membunuh) yaitu gerakan anti
peperangan.
o Hartal, merupakan
gerakan dalam bentuk asli tanpa berbuat apapun walaupun mereka tetapi masuk
kantor atau pabrik.
o Satyagraha merupakan
gerakan rakyat India untuk tidak bekerja sama dengan pemerintah kolonial
Inggris.
o Swadesi, merupakan
gerakan rakyat India untuk memakai barang-barang buatan negeri sendiri.
b. Gerakan
Kebangsaan Filipina.
Digerakkan oleh
Jose Rizal dengan tujuan untuk mengusir penjajah bangsa Spanyol di Wilayah
Filipina. Jose ditangkap tanggal 30 September 1896 dijatuhi hukuman mati.
Akhirnya dilanjutkan Emilio Aquinaldo yang berhasil memproklamasikan
kemerdekaan Filipina tanggal 12 Juni 1898 tetapi Amerika Serikat berhasil
menguasai Filipina dari kemerdekaan baru diberikan Amerika Serikat pada 4
Juli 1946.
c. Gerakan
Nasionalis Rakyat Cina.
Gerakan ini
dipimpin oleh Dr. Sun Yat Sen, yang mengadakan pembaharuan dalam segala sektor
kehidupan bangsa Cina. Dia menentang kekuasaan Dinasti Mandsyu. Dasar gerakan San Min Chu I:
o Republik Cina adalah suatu negara nasional Cina.
o Pemerintah Cina disusun atas dasar demokrasi (kedaulatan
berada di tanggan rakyat).
o Pemerintah Cina mengutamakan kesejahteraan sosial bagi
rakyatnya.
Apa yang dilakukan oleh Dr. Sun Yat Sen
sangat besar pengaruhnya terhadap pergerakan rakyat Indonesia. Terlebih lagi
setelah terbentuknya Republik
Nasionalis Cina (1911).
d. Pergerakan
Turki Muda (1908).
Dipimpin oleh
Mustafa Kemal Pasha menuntut pembaharuan dan modernisasi di segala sektor
kehidupan masyarakatnya. Ia ingin agar dapat mengembangkan negerinya menjadi
negara modern. Gerakan Turki Muda ini banyak mempengaruhi munculnya pergerakan
nasional di Indonesia.
e.
Pergerakan
Nasionalisme Mesir.
Dipimpin oleh
Arabi Pasha (1881-1882) dengan tujuan menentang kekuasaan bangsa Eropa terutama
Inggris atas negeri Mesir. Adanya pandangan modern dari Mesir yang dikemukakan
oleh Muhammad Abduh mempengaruhi berdirinya organisasi-organisasi keagamaan di Indonesia
seperti Muhammaddiyah.
Intinya dengan
gerakan kebangsaan dari berbagai negara tersebut mendorong negara-negara lain
termasuk Indonesia untuk melakukan hal yang sama yaitu melawan penjajahan dan
kolonialisme di Negaranya.
·
Munculnya Paham-paham baru.
Munculnya
paham-paham baru di luar negeri seperti nasionalisme, liberalisme, sosialisme,
demokrasi dan pan islamisme juga menjadi dasar berkembangnya paham-paham yang
serupa di Indonesia. Perkembangan paham-paham itu terlihat pada penggunaan
ideologi-ideologi (paham) pada organisasi pergerakan nasional yang ada di
Indonesia.
C.
Faktor Penghambat Kemerdekaan
Indonesia.
Perjuangan bangsa Indonesia untuk menuju kemerdekaan banyak
sekali mengalami hambatan – hambatan, antara lain :
1) Perlawanan rakyat yang masih bersifat kedaerahan.
Tidak adanya persatuan antar daerah pada waktu itu adalah
salah satu faktor penghambat bangsa Indonesia untuk merdeka, Perlawanan yang
dilakukan rakyat pada waktu itu masih hanya semata-mata untuk memperjuangankan
dan membebaskan daerahnya sendiri sehingga mudah dikalahkan oleh pihak
penjajah.
2) Persenjataan masih tradisional.
Persenjataan yang dimiliki bangsa Indonesia masih bersifat
tradisional, sehingga mengalami kesulitan dalam melawan tentara penjajah.
Bahkan sejata yang digunakan bangsa Indonesia untuk melawan pihak penjajah itu
adalah bamboo runjing.
3) Adanya politik “ Devide Et Impera “ oleh Belanda.
Pada masa penjajahan pemerintaha Belanda, pemerintahan
Belanda menerapkan politik devide et impera supaya bangsa Indonesia tetap dalam
keadaan terpuruk dan tidak bias merdeka.
4) Pendidikan rakyat yang masih rendah.
5) Masyarakat Indonesia yang belum mempunyai rasa Nasionalisme.
Salah salu faktor yang membuat bangsa Indonesia sulit untuk
menuju kemerdekaan yaitu tidak adanya Rasa Nasionalisme atau cinta tanah air
pada rakyat, mereka lebih mementingkan daerahnya dan dirinya sendiri dari pada
bangsa. Sehingga dalam melawan pihak penjajah mengalami kesulitan bahkan
mengalami kekalahan.
D. Perjuangan Bangsa Indonesia setelah kemerdekaan.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya. Akan tetapi, ada pihak-pihak yang tidak
mengakui kedaulatan pemerintahan Republik Indonesia. Ketika negara kita
memproklamasikan kemerdekaan, tentara Jepang masih ada di Indonesia. Sekutu
menugaskan Jepang untuk menjaga keadaan dan keamanan di Indonesia seperti
sebelum Jepang menyerah kepada Sekutu,Tugas tersebut berlaku saat Sekutu datang
ke Indonesia.
Rakyat Indonesia yang menginginkan hak-haknya dipulihkan,
berusaha mengambil alih kekuasaan dari tangan Jepang. Usaha tersebut mendapat
rintangan dari pihak Jepang sehingga di beberapa tempat terjadi pertempuran
antara tentara Jepang dengan rakyat Indonesia. Pertempuran-pertempuran tersebut
menimbulkan korban di kedua belah pihak. Ketika rakyat Indonesia sedang
menghadapi Jepang, Belanda (NICA) datang membonceng tentara Sekutu. Tujuan
Belanda ingin menjajah kembali Indonesia. Pada tanggal 29 September 1945
tentara Sekutu dan pasukan NICA tiba di Indonesia dan mendarat di Pelabuhan
Tanjung Priok. Tentara Sekutu membantu NICA yang ingin membatalkan kemerdekaan
Indonesia. Rakyat Indonesia tidak ingin lagi menjadi bangsa yang terjajah.
Rakyat Indonesia bangkit melawan tentara Sekutu dan NICA. Rakyat Indonesia
menggunakan senjata rampasan dari Jepang dan senjata tradisional yang ada.
Berkobarlah pertempuran di mana-mana, diantaranya sebagai berikut :
1. Pertempuran Surabaya.
Tanggal 25 Oktober 1945, tentara Sekutu mendarat di Tanjung
Perak, Surabaya. Tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jendral Mallaby.
Kedatangan tentara tersebut diikuti oleh NICA. Mula-mula tentara NICA
melancarkan hasutan sehingga menimbulkan kekacauan di Surabaya. Hal tersebut
menimbulkan bentrokan antara rakyat Surabaya dengan tentara Sekutu. Tanggal 28
Oktober hingga 31 Oktober 1945 terjadi pertempuran yang hebat. Ketika terdesak,
tentara Sekutu mengusulkan perdamaian. Tentara Sekutu mendatangkan
pemimpin-pemimpin Indonesia untuk mengadakan gencatan senjata di Surabaya.
Tentara Sekutu tidak menghormati gencatan senjata. Dalam insiden antara rakyat
Surabaya dan tentara Sekutu, Brigjen Mallaby terbunuh. Letnan Jendral
Christison Panglima Sekutu di Indonesia, meminta kepada pemerintah Indonesia
menyerahkan orang-orang yang dicurigai membunuh Jendral Mallaby. Permintaan
tersebut diikuti ultimatum dari Mayor Jendral Mansergh. Isi ultimatum tersebut,
Sekutu memerintahkan rakyat Surabaya menyerahkan senjatanya. Penyerahan paling
lambat tanggal 9 November 1945 pukul 18.00 WIB. Apabila ultimatum tersebut
tidak dilaksanakan, Kota Surabaya akan diserang dari darat, laut, dan udara.
Gubernur Suryo, diberi wewenang oleh pemerintah pusat untuk menentukan
kebijaksanaannya. Beliau bermusyawarah dengan pimpinan TKR (Tentara Keamanan
Rakyat) dan para pemimpin perjuangan rakyat di Surabaya. Hasil musyawarah
tersebut adalah rakyat Surabaya menolak ultimatum dan siap melawan ancaman
Sekutu.
Tanggal 10 November 1945 pukul 06.00, tentara Sekutu
menggempur Surabaya dari darat, laut maupun udara. Di bawah pimpinan Gubernur
Suryo dan Sutomo (Bung Tomo) rakyat Surabaya tidak mau menyerahkan sejengkal
tanah pun kepada tentara Sekutu. Dengan pekik Allahu Akbar, Bung Tomo
membakar semangat rakyat. Dalam pertempuran yang berlangsung sampai awal
Desember itu gugur beribu-ribu pejuang Indonesia. Pemerintah menetapkan tanggal
10 November sebagai Hari Pahlawan. Hari Pahlawan untuk memperingati jasa para
pahlawan. Perlawanan rakyat Surabaya mencerminkan tekad perjuangan seluruh
rakyat Indonesia.
2. Pertempuran Lima Hari di Semarang.
Pertempuran ini terjadi pada tanggal 15 Oktober 1945. Kurang
lebih 2000 pasukan Jepang berhadapan dengan TKR dan para pemuda. Peristiwa ini memakan
banyak korban dari kedua belah pihak. Dr. Karyadi menjadi salah satu korban
sehingga namanya diabadikan menjadi nama salah satu Rumah sakit di kota
Semarang sampai sekarang. Untuk memperingati peristiwa tersebut maka pemerintah
membangun sebuah tugu yang diberi nama Tugu Muda.
3. Pertempuran Ambarawa.
Pertempuran ini diawali dengan kedatangan tentara Inggris di
bawah pimpinan Brigjen Bethel di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945 untuk
membebaskan tentara Sekutu. Setelah itu menuju Magelang, karena Sekutu
diboncengi oleh NICA dan membebaskan para tawanan Belanda secara sepihak maka
terjadilah perlawanan dari TKR dan para pemuda. Pasukan Inggris akhirnya
terdesak mundur ke Ambarawa. Dalam peristiwa tersebut Letkol Isdiman gugur
sebagai kusuma bangsa. Kemudian Kolonel Sudirman terjun langsung dalam
pertempuran tersebut dan pada tanggal 15 Desember 1945 tentara Indonesia
berhasil memukul mundur Sekutu sampai Semarang. Karena jasanya maka pada
tanggal 18 Desember 1945 Kolonel Sudirman diangkat menjadi Panglima Besar TKR
dan berpangkat Jendral. Sampai sekarang setiap tanggal 15 Desember diperingati
sebagai hari Infantri.
4. Pertempuran Medan Area.
Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu yang diboncengi
Belanda dan NICA di bawah pimpinan Brigjen T.E.D. Kelly mendarat di Medan. Pada
tanggal 13 Oktober 1945 para pemuda yang tergabung dalam TKR terlibat bentrok
dengan pasukan Belanda, sehingga hal ini menjalar ke seluruh kota Medan. Hal
ini menjadi awal perjuangan bersenjata yang dikenal dengan Pertempuran Medan
Area.
5. Bandung Lautan Api.
Kota Bandung dimasuki pasukan Inggris pada bulan Oktober
1945. Sekutu meminta hasil lucutan tentara Jepang oleh TKR diserahkan kepada
Sekutu. Pada tanggal 21 November 1945 Sekutu mengultimatum agar kota Bandung
dikosongkan. Hal ini tidak diindahkan oleh TRI dan rakyat. Perintah ultimatum
tersebut diulang tanggal 23 Maret 1946. Pemerintah RI di Jakarta memerintahkan
supaya TRI mengosongkan Bandung, tetapi pimpinan TRI di Yogyakarta
mengintruksikan supaya Bandung tidak dikosongkan. Akhirnya dengan berat hati
TRI mengosongkan kota Bandung. Sebelum keluar Bandung pada tanggal 23 Maret
1946 para pejuang RI menyerang markas Sekutu dan membumihanguskan Bandung
bagian selatan. Untuk mengenang peristiwa tersebut Ismail Marzuki
mengabadikannya dalam sebuah lagu yaitu Hallo-Hallo Bandung.
6. Agresi Militer Belanda.
Agresi militer Belanda yaitu serangan yang dilakukan oleh
Belanda kepada Negara Republik Indonesia. Kurang lebih satu bulan setelah
kemerdekaan Indonesia, tentara sekutu datang ke Indonesia. Dalam pendaratannya
di Indonesia, tentara sekutu diboncengi NICA. Selain bermaksud melucuti tentara
Jepang, tentara sekutu membantu NICA mengembalikan Indonesia sebagai
jajahannya. Dengan bantuan sekutu, NICA ingin membatalkan kemerdekaan rakyat
Indonesia.
Rakyat Indonesia tidak mau dijajah lagi. Rakyat Indonesia
tidak mempunyai pilihan lain untuk mempertahankan kemerdekaannya, kecuali
dengan bertempur sampai titik darah penghabisan. Di sebagian besar wilayah
Indonesia, tentara Sekutu dan NICA harus menghadapi perlawanan pejuang-pejuang
Indonesia. Perjuangan rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya,
menyadarkan tentara Sekutu bahwa bangsa Indonesia tidak dapat dikalahkan
hanya dengan kekuatan senjata. Sekutu menempuh cara lain, yaitu mempertemukan
Indonesia dan Belanda di meja perundingan. Perundingan dilaksanakan taggal 10
November 1946 di Desa Linggarjati sebelah selatan Cirebon, Jawa Barat.
Perundingan tersebut dinamakan Perundingan Linggarjati. Hasil perundingan
dinamakan Persetujuan Linggarjati.
Perundingan ini menghasilkan pengakuan Belanda atas
kedaulatan Republik Indonesia. Kedaulatan tersebut meliputi wilayah Jawa,
Madura, dan Sumatra. Belanda ternyata melanggar isi Persetujuan Linggarjati.
Tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan serangan militer ke daerah-daerah yang
termasuk wilayah RI. Serangan tersebut terkenal dengan nama Agresi Militer
Belanda I. Agresi Militer Belanda I bertujuan menguasai daerah-daerah
perkebunan dan pertambangan. Daerah-daerah tersebut antara lain Sumatra Timur,
Sumatra selatan, Priangan, Malang dan Besuki.
Menghadapi serangan Belanda itu, rakyat berjuang
mempertahankan tanah airnya. Rakyat melakukan taktik perang gerilya. Perang
gerilya yaitu taktik perang menyerang musuh yang dilakukan dengan cara
sembunyi-sembunyi. PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) berusaha menengahi
pertikaian Indonesia dengan Belanda. PBB membentuk komisi perdamaian. Komisi
itu beranggotakan tiga negara, yaitu Australia, Belgia, dan Amerika serikat.
Komisi itu disebut Komisi Tiga Negara (KTN).
Berkat usaha Komisi Tiga Negara, Indonesia dan Belanda
kembali ke meja perundingan. Perundingan dilaksanakan mulai tanggal 8 Desember
1947 di atas kapal perang Amerika Serikat. Kapal tersebut bernama USS Renville.
Hasil perundingan tersebut dinamakan Perjanjian Renville. Dalam perundingan
ini, delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifudin dan
delegasi belanda dipimpin oleh Raden Abdul Kadir Widjojoatmodjo. Perjanjian
Renville sangat merugikan pihak Indonesia. Salah satu isi Perjanjian Renville
adalah Republik Indonesia harus mengakui wilayah yang telah direbut Belanda
dalam Agresi Militer Belanda I. Agresi Militer Belanda adalah serangan yang
dilancarkan oleh pasukan Belanda kepada Indonesia untuk menghancurkan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 21 Juli 1947 dan 19 Desember
1948.
Tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan Agresi Militer
II. Agresi Militer Belanda II bertujuan menghapuskan pemerintahan RI dengan
menduduki kota-kota penting di Pulau Jawa. Dalam Agresi Militer II, pasukan
Belanda menyerang Ibu Kota Republik Indonesia, Yogyakarta dan menahan Presiden
Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan beberapa pejabat tinggi negara.
Rakyat Indonesia pantang menyerah. Dengan semboyan sekali merdeka tetap
merdeka, rakyat berjuang sampai titik darah penghabisan. Rakyat tetap melakukan
perang gerilya. Aksi militer Belanda tersebut menimbulkan protes keras dari
kalangan anggota PBB. Oleh karena itu, Dewan keamanan PBB mengadakan sidang
pada tanggal 24 Januari 1949, dan memerintahkan Belanda agar menghentikan
agresinya. Belanda di bawah Dewan Keamanan PBB meninggalkan Yogyakarta serta
membebaskan presiden, wakil presiden dan pejabat tinggi negara yang ditawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar