Pidato Bung Karno Tentang Pancasila
Tanggal 1 Juni 2012 kita memperingati Hari Lahirnya Pancasila. Penetapan tanggal ini mengacu pada pidato Soekarno sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945, tepatnya 1 Juni 1945.
Sebagaimana diketahui, menjelang kekalahannya di akhir Perang
Pasifik, tentara pendudukan Jepang berusaha menarik dukungan rakyat
Indonesia dengan membentuk Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Badan ini mengadakan sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei
sampai 1 Juni 1945, dengan acara tunggal menjawab pertanyaan Ketua
BPUPKI, Dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat, “Indonesia merdeka yang akan
kita dirikan nanti, dasarnya apa?”
Hampir separuh anggota badan tersebut menyampaikan
pandangan-pandangan dan pendapatnya. Namun belum ada satu pun yang
memenuhi syarat suatu sistem filsafat dasar untuk di atasnya dibangun
Indonesia Merdeka.
Pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mendapat giliran untuk
menyampaikan gagasannya tentang dasar negara Indonesia Merdeka, yang
dinamakannya Pancasila. Pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis
terlebih dahulu itu diterima secara aklamasi oleh segenap anggota
Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai.
Selanjutnya BPUPKI membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan dan
menyusun Undang-Undang Dasar dengan berpedoman pada pidato Bung Karno
itu. Dibentuklah Panitia Sembilan (terdiri dari Ir. Soekarno, Muhammad
Hatta, Mr. AA Maramis, Abikusno Tjokrokusumo, Abdulkahar Muzakir, HA
Salim, Achmad Soebardjo dan Muhammad Yamin) yang bertugas “merumuskan
kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang diucapkan
Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, dan menjadikan dokumen tiu sebagai
teks untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.”
Demikianlah, lewat proses persidangan dan lobi-lobi akhirnya
Pancasila penggalian Bung Karno tersebut berhasil dirumuskan untuk
dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, yang disahkan dan
dinyatakan sah sebagai dasar negara Indonesia Merdeka pada tanggal 18
Agustus 1945 (Diambil dari Pancasila Bung Karno, Paksi Bhinneka Tunggal
Ika, 2005).
Inilah pidato yang bersejarah itu.
Paduka Tuan Ketua Yang Mulia!
Sesudah tiga hari berturut-turut anggota-anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai
mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saya mendapat
kehormatan dari Paduka Tuan Ketua yang mulia untuk mengemukakan pendapat
saya. Saya akan menetapi permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia.
Apakah permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia? Paduka Tuan Ketua yang
mulia minta kepada sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia Merdeka. Dasar inilah nanti akan saya kemukakan di dalam pidato saya ini.
Maaf beribu maaf! Banyak anggota telah berpidato, dan di dalam pidato
mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka
Tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut
anggapan saya, yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang mulia ialah –
dalam bahasa Belanda – Philosofische grondslag (dasar filosofi-Ed.) dari Indonesia Merdeka. Philosofische grondslag itulah fondamen,
filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang
sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka
yang kekal dan abadi. Hal ini nanti akan saya kemukakan, Paduka Tuan
Ketua yang mulia. Tetapi lebih dahulu izinkanlah saya membicarakan,
memberitahukan kepada Tuan-Tuan sekalian, apakah yang saya artikan
dengan perkataan “merdeka”.
“Merdeka” buat saya adalah political independence, politieke
onafhankelijkheid (kemerdekaan politik, dalam bahasa Inggris dan
Belanda-Ed.). Apakah yang dinamakan politieke onafhankelijkheid?
Tuan-tuan sekalian! Dengan terus-terang saja saya berkata: Tatkala Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai akan
bersidang, maka saya, di dalam hati saya banyak khawatir, kalau-kalau
banyak anggota yang – saya katakan di dalam bahasa asing, maafkan
perkataan ini – zwaarwichtig (seolah-olah amat berat, dalam bahasa Belanda-Ed.) akan perkara-perkara kecil. Zwaarwichtig
sampai – kata orang Jawa – jelimet (dengan teliti, rinci dan lengkap,
dalam bahasa Jawa-Ed.). Jikalau sudah membicarakan hal yang kecil-kecil
sampai jelimet, barulah mereka berani menyatakan kemerdekaan.
Tuan-tuan yang terhormat! Lihatlah di dalam sejarah dunia, lihatlah
kepada perjalanan dunia itu. Banyak sekali negara-negara yang merdeka,
tetapi bandingkanlah kemerdekaan negara-negara itu satu sama lain!
Samakah isinya, samakah derajatnya negara-negara yang merdeka itu?
Jermania merdeka, Saudi Arabia merdeka, Iran merdeka, Tiongkok merdeka,
Nippon merdeka, Amerika merdeka, Inggris merdeka, Rusia merdeka, Mesir
merdeka. Namanya semuanya merdeka, tetapi bandingkanlah isinya! Alangkah
bedanya isi itu! Jikalau kita berkata: Sebelum negara merdeka, maka
harus lebih dahulu ini selesai, itu selesai, itu selesai sampai jelimet,
maka saya bertanya kepada Tuan-tuan sekalian kenapa Saudi Arabia
merdeka, padahal 80 persen dari rakyatnya terdiri dari kaum Badui, yang
sama sekali tidak mengerti akan hal ini atau itu.
Bacalah buku Armstrong yang menceriterakan tentang Ibn Saud! Di situ
ternyata, bahwa tatkalah Ibn Saud mendirikan pemerintahan Saudi Arabia,
rakyat Arabia sebagian besar belum mengetahui bahwa otomobil perlu minum
bensin. Pada suatu hari otomobil Ibn Saud dikasih makan gandum oleh
orang-orang Badui di Saudi Arabia itu! Toh Saudi Arabia merdeka!
Lihatlah pula – jikalau Tuan-tuan kehendaki contoh yang lebih hebat –
Sovyet Rusia! Pada masa Lenin mendirikan Negara Sovyet, adakah rakyat
Sovyet sudah cerdas? Seratus lima puluh milyun rakyat Rusia adal rakyat
Musyik (golongan yang percaya adanya Tuhan, tetapi tak menganut suatu
agama-Ed.) yang lebih dari 80 persen tidak dapat membaca dan menulis;
bahkan dari buku-buku yang terkenal dari Leo Tolstoi dan Fulop Miller,
Tuan-tuan mengetahui betapa keadaan rakyat Sovyet Rusia pada waktu Lenin
mendirikan negara Sovyet itu. Dan kita sekarang di sini mau mendirikan
Negara Indonesia Merdeka. Terlalu banyak macam-macam soal kita
kemukakan!
Maaf, Paduka Tuan Zimukyokutyoo (Kepala Kantor Tata Usaha untuk
Lembaga Tinggi, dalam bahasa Jepang, yang berada di bawah pemerintah
militer Jepang untuk mengurus persiapan sidang-sidang BPUPKI-Ed.)!
Berdirilah saya punya bulu, kalau saya membaca Tuan punya surat, yang
minta kepada kita supaya dirancangkan sampai jelimet hal ini dan itu
dahulu semuanya! Kalau benar semua hal ini harus diselesaikan lebih
dulu, sampai jelimet, maka saya tidak akan mengalami Indonesia Merdeka,
Tuan tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, kita semuanya tidak akan
mengalami Indonesia Merdeka… sampai di lubang kubur!
(Tepuk tangan riuh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar