Sejarah al hikmah
Medio 1911 M, sepulang dari tholabul ‘ilminya di beberapa Pesantren,
KH. Kholil bin Mahalli memilih mukim (menetap) di tanah kelahirannya di desa Benda kecamatan Sirampog. Melihat keadaan masyarakat Benda yang saat itu tergolong minim ilmu agama, didasari semangat Bilhikmati Wal Mu’idzotil Khasanah (bijaksana dan nasehat yang baik), KH. Kholil memulai dakwahnya. KH. Kholil bin Mahalli mengadakan pengajian di surau-surau dan di rumahnya sendiri. Beberapa santri telah menetap di asrama pesantrennya, asrama santri yang tak lain adalah rumah KH. Kholil sendiri. Kegiatan dakwah inilah yang dikemudian hari menjadi cikal bakal berdirinya Pondok Pesantren Al Hikmah di desa ini.
Sebelas tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1922.
KH. Sukhaemi bin Abdul Ghoni (putra kakak KH. Kholil) yang menimba ilmu di kota suci Makkah pulang ke tanah kelahirannya, desa Benda. Tanpa membuang kesempatan, KH. Sukhaemi pun memulai perjuangan dakwahnya di tengah masyarakat. Beliau bersama KH. Kholil bin Mahalli saling bahu membahu mengangkat kualitas hidup masyarakat desa Benda. Tak hanya soal pendidikan agama, bidang lain seperti ekonomi dan budaya pun tak luput dari menjadi sasaran keduanya.
KH. Sukhaemi mendirikan sebuah bangunan dengan 9 (sembilan) kamarnya guna menampung para santri yang dikala itu kebanyakan masih berasrama dirumah-rumah penduduk dan surau-surau sekitar. Asrama santri dengan sembilan kamar inilah yang di masa mendatang tumbuh menjadi “Pondok Pesantren Al Hikmah”. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1930 M.
Sebagai tindak lanjut pengembangan, masih ditahun yang sama Pondok Pesantren Al Hikmah pun merintis sebuah Madrasah Ibtidaiyah. Madrasah ini diberi nama TAMRINUSSHIBYAN
B. Periode Pertengahan.
Memasuki masa revolusi kemerdekaan yang penuh gejolak, Pondok Pesantren Al Hikmah pun tak luput dari pasang surut dan beragam peristiwa. Besarnya tekanan revolusi, membuat Pondok Pesantren ini diterpa beragam kejadian. Al Hikmah bahkan disebut nyaris hancur di masa itu.
Panggilan jihad fi sabilillah, menggerakkan keluarga Pesantren, para santri santri termasuk asatidz dan Pengasuh Pesantren bersama masyarakat menyatukan langkah, maju dikancah juang bela tanah air. Tak sedikit, pejuang yang gugur sebagai syahid, termasuk beberapa pengasuh dan asatidz Pesantren. Beberapa diantara para Asatidz yang gugur adalah, KH. Ghozali, M. Mifatah, H. Masyhadi, Amin bin Hj. Aminah, Syukri, Da’ad, Wahyu, dan Siroj. Perjuangan ini terus berlangsung hingga deklarasi proklamasi kemerdekan, 17 Agustus 1945.
Pasca kemerdekaan, ketika stabilitas dan keamanan nasional mulai pulih. KH. Kholil dan KH. Sukhaemi menggunakan kesempatan ini untuk membangun kembali Pondok dan madrasah yang sempat luluh lantah. Perlahan tapi pasti, santri-santri pun mulai datang kembali ke pesantrennya. Peristiwa ini terjadi di tahun 1952 M. Dalam masa itu, KH. Kholil dan KH. Sukhaemi dibantu oleh beberapa ustadz seperti KH. Ali Asy’ary (menantu KH. Kholil), Ust. Abdul Jalil, K. Sanusi, KH. Mas’ud dan lain sebaginya.
Sekitar tahun 1955 M, setelah melakukan perjuangan dakwah tiada henti, KH. Kholil bin Mahalli berpulang ke rahmatullah. Selang beberapa tahun kemudian (1964). KH. Sukhaemi bin Abdul Ghoni menyusul meninggalkan para santri dan masyarakat, berpulang ke rahmatullah. Allahu yarhamhuma.
C. Periode pengembangan
Sepeninggal KH. Kholil dan KH. Sukhaemi, tampu kepemimpinan pesantren pun diteruskan oleh para tunas muda, seperti KH. Shodiq Suhaemi, (Putra KH. Suhaemi) dan KH. Moch. Masruri Abdul Mughni (cucu KH. Kholil).
Dibawah asuhan keduanyalah Pondok Pesantren Al Hikmah mampu
berkembang pesat. Berbagi lembaga pendidikan berhasil didirikan.seperti:
MTs 1(Th. 1964), MDA dan MDW (Th. 1965), MMA (1966), MA 1 (1968),
Perguruan Takhassus Qiroatul Kutub (1988), MTs 2,3 (1986), TK Rodotul
Atfal (1978), SMA (1987), MTs 4,5 (1989), MA 2 (1990), STM (1993), MAK
(1994), AKPER (2002).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar