Jumat, 10 Januari 2014

Biografi, Karya dan Pemikiran Dr. Hasan Hanafi

Biografi, Karya dan Pemikiran Dr. Hasan Hanafi
A. BIOGRAFI

Ia lahir pada 13 Februari 1935 di Kairo, di dekat Benteng Salahuddin, daerah perkampungan Al-Azhar. Kota ini merupakan tempat bertemunya para mahasiswa muslim dari seluruh dunia yang ingin belajar, terutama di Universitas Al-Azhar. Meskipun lingkungan sosialnya dapat dikatakan tidak terlalu mendukung, tradisi keilmuan berkembang di sana sejak lama. Secara historis dan kultural, kota Mesir memang telah dipengaruhi peradaban-peradaban besar sejak masa Fir’aun, Romawi, Bizantium, Arab, Mamluk dan Turki, bahkan sampai dengan Eropa moderen.

Masa kecil Hanafi berhadapan dengan kenyataan-kenyataan hidup di bawah penjajahan dan dominasi pengaruh bangsa asing. Kenyataan itu membangkitkan sikap patriotik dan nasionalismenya, sehingga tidak heran meskipun masih berusia 13 tahun ia telah mendaftarkan diri untuk menjadi sukarelawan perang melawan Israel pada tahun 1948. la ditolak oleh Pemuda Muslimin karena dianggap usianya masih terlalu muda. Di samping itu ia juga dianggap bukan berasal dari kelompok Pemuda Muslimin. Ia kecewa dan segera menyadari bahwa di Mesir saat itu telah terjadi problem persatuan dan perpecahan.

Ketika masih duduk di bangku SMA, tepatnya pada tahun 1951, Hanafi menyaksikan sendiri bagaimana tentara Inggris membantai para syuhada di Terusan Suez. Bersama-sama dengan para mahasiswa ia mengabdikan diri untuk membantu gerakan revolusi yang telah dimulai pada akhir tahun 1940-an hingga revolusi itu meletus pada tahun 1952. Atas saran anggota-anggota Pemuda Muslimin, pada tahun ini ini pula ia tertarik untuk memasuki organisasi Ikhwanul MusliminSejak tahun 1952 sampai dengan 1956 Hanafi belajar di Universitas Cairo untuk mendalami bidang filsafat. Di dalam periode ini ia merasakan situasi yang paling buruk di Mesir. Pada tahun 1954 misalnya, terjadi pertentangan keras antara Ikhwan dengan gerakan revolusi. Hanafi berada pada pihak Muhammad Najib yang berhadapan dengan Nasser, karena baginya Najib memiliki komitmen dan visi keislaman yang jelas.

Tahun-tahun berikutnya, Hanafi berkesempatan untuk belajar di Universitas Sorborne; Perancis, pada tahun 1956 sampai 1966. Di Perancis inilah ia dilatih untuk ber¬pikir secara metodologis melalui kuliah-kuliah mau¬pun bacaan-bacaan atau karya-karya orientalis. Ia sempat belajar pada seorang reformis Katolik, Jean Gitton; tentang metodologi berpikir, pembaharuan, dan sejarah filsafat. Ia belajar fenomenologi dari Paul Ricouer, analisis kesadaran dari Husserl, dan bim¬bingan penulisan tentang pembaharuan Ushul Fikih dari Profesor Masnion.

Di waktu-waktu luangnya, Hanafi mengajar di Universitas Kairo dan beberapa universitas di luar negeri. Ia sempat menjadi profesor tamu di Perancis (1969) dan Belgia (1970). Kemudian antara tahun 1971 sampai 1975 ia mengajar di Universitas Tem¬ple, Amerika Serikat.
Pengalaman dengan para pemikir besar dunia dalam berbagai pertemuan internasiona, baik di kawasan Negara Negara arab, asia, eropa, dan amerika membantunya semakin paham terhadap persolan besar yang sedang dihadapi dunia dan umat islam di berbagai Negara. Hanafi berkali kali mengunjungi Negara Negara asing seperti belanda, swedia, Portugal,spanyol, prancis,jepang India Indonesia, sudan, dan saudi Arabia antara tahun 1980-1987.

B. KARYA KARYA

Karya karya hanafi dapat diklasifikasiakan menjadi tiga priode, yaitu : Priode pertama berlangsung pada tahun 60-an; periode kedua pada tahun 70-an, dan periode ketiga dari tahun 80-an sampai dengan 90-an. Analisis tentang perkembangan pemikiran Hanafi akan di dasarkan perkembangan perpriode dari karya karya tersebut. Masing masing priode terdapat perkembangan pemikiran hanafi dan dinamika politik di Mesir mempunyai pengaruh besar pada pemikirannya.
Pada awal dasawarsa 1960-an pemikiran Hanafi dipengaruhi oleh faham-faham dominan yang ber¬kembang di Mesir, yaitu nasionalistik-sosialistik po¬pulistik yang juga dirumuskan sebagai ideologi Pan Arabisme, dan oleh situasi nasional yang kurang menguntungkan setelah kekalahan Mesir dalam perang melawan Israel pada tahun 1967.

Usahanya untuk melakukan rekonstruksi pemikiran Islam, ketika ia berada di Perancis ia mengadakan penelitian tentang, metode interpretasi sebagai upaya pembaharuan bidang ushul, dan tentang fenomenologi sebagai metode untuk memahami agama dalam konteks realitas kontempo¬rer. Ketiga, usaha untuk menginterprestasikan realitas umat islam dalam kerangka baru. Penelitian itu sekaligus merupakan upayanya un¬tuk meraih gelar doktor pada Universitas Sorbonne, dan ia berhasil menulis disertasi tentang Metode Penafsiran yang mendapat penghargaan sebagai karya ilmiah terbaik di Mesir pada tahun 1961.

Awal periode 1970-an, Hanafi juga memberikan perhatian uta¬manya untuk mencari penyebab kekalahan umat Islam dalam perang melawan Israel tahun 1967. Oleh karena itu, tulisan-tulisannya lebih bersifat populis. Di awal peri¬ode 1970-an, ia banyak menulis artikel di berbagai media massa, seperti Al Katib, Al-Adab, Al-Fikr al-Mu’ashir, dan Mimbar Al-Islam. Pada tahun 1976, tulisan-tulisan itu diterbitkan sebagai sebuah buku dengan judul Qadhaya Mu’ashirat fi Fikrina al-Mu’ashir.

Kemudian, pada tahun 1977, kembali ia menerbitkan Qadhaya Mu `ashirat fi al Fikr al-Gharib. Buku kedua ini mendiskusikan pemikiran para sarjana Barat untuk melihat bagaimana mereka memahami persoalan masyarakatnya dan kemudian mengadakan pembaruan.

Sementara itu Dirasat Islamiyyah, yang ditulis sejak tahun 1978 dan terbit tahun 1981, memuat deskripsi dan analisis pembaruan terhadap ilmu-ilinu keislaman klasik, seperti ushul fikih, ilmu-ilmu ushuluddin, dan filsafat. Dimulai dengan pendekatan historis untuk melihat perkembangannya, Hanafi berbicara tentang upaya rekonstruksi atas ilmu-ilmu tersebut untuk dise¬suaikan dengari realitas kontemporer.

Periode selanjutnya, yaitu dasawarsa 1980-an sampai dengan awal 1990-an, dilatarbelakangi oleh kondisi politik yang relatif lebih stabil ketimbang masa-masa sebelumnya. Dalam periode ini, Hanafi mulai menulis Al-Turats wa al-Tajdid yang terbit pertama kali tahun 1980. Buku ini merupakan landasan teoretis yang memuat dasar-dasar ide pembaharuan dan langkah-langkahnya. Kemudian, ia menulis Al- Yasar Al-lslamiy (Kiri Islam), sebuah tulisan yang lebih merupakan sebuah "manifesto politik" yang berbau ideologis, sebagaimana telah saya kemukakan secara singkat di atas.

Buku Min Al-Aqidah ila Al-Tsaurah (5 jilid), yang ditulisnya selama hampir sepuluh tahun dan baru terbit pada tahun 1988. Buku ini memuat uraian terperinci tentang pokok-pokok pembaruan yang ia canangkan dan termuat dalam kedua karyanya yang terdahulu. Oleh karena itu, bukan tanpa alasan jika buku ini dikatakan sebagai karya Hanafi yang paling monumental.

Selanjutnya, pada tahun-tahun 1985-1987, Hanafi menulis banyak artikel yang ia presentasikan dalam berbagai seminar di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Perancis, Belanda, Timor Tengah, Jepang, termasuk Indonesia. Kumpulan tulisan itu kemudian disusun menjadi sebuah.buku yang berjudul Religion, Ideology, and Development yang terbit pada tahun 1993. Beberapa artikel lainnya juga tersusun menjadi buku dan diberi judul Islam in the Modern World (2 jilid).

Bapak tiga anak ini menulis sedikitnya 20 buku dan puluhan makalah ilmiah. Karyanya yang populer di Indonesia antara lain Al-Yasar al-Islami (Kiri Islam), Min al-`Aqidah ila al-Thawrah (Dari Teologi ke Revolusi), Turath wa Tajdid (Tradisi dan Pembaharuan), Islam in The Modern World (1995), dan lainnya. Hasan Hanafi bukan sekedar pemikir revolusioner, tapi juga reformis tradisi intelektual Islam klasik.

C. PEMIKIRANNYA

<> Logika Pembaharuan Bahasa

Bahasa ilahi diawal penyebaran peradaban untuk mengeksprsikan agama baru. Misalnya kata Allah memiliki konstansi kesadaran idealis dalam kesadaran arab lama, tetapi ketika peradaban mulai berkembang maka bahasa ilahi mulai mundur dan digantikan oleh bahasa akliah murni, sebagaimana nampak jelas dalam usuluddin belakangan dan tanpak lebih jelas lagi dalam ilmu ilmu hikmah.

Bahasa lama adalah bahasa yang di dominasikan oleh kata kata yang menunjuk kepada objek-objek keagamaan murni seperti din, rasul, mujizat dan kenabian.
Kelemahan bahasa lama :
a. Bahasa dalam turas klasik kita adalah bahasa sejarah yang lebih banyak mengeksprsikan fakta fakta histories ketimbnag pemikiran.
b. Bahasa dalam turas kelasik itu bersifat teknis yang mengumpulkan dan meletakan wujud kedalam kerangka-kerangka. Misalnya ada kodifikasi istilah dalam ushul fiqih pembagian pembagian akidah dalam ushuludin dan filsafat. Bahasa dalam turas kelask itu adlah bahasa formal murni. Ada sejumlah wujud menjdi mungkin, wajib, mustahil, jauhar, aurad, dalam ilmu ushuluddin dan hikmah.
c. Bahasa yang ditolak oleh zaman walaupun bahasa lama, tidak mungkin di gunakan kembali.
Bahasa baru berusaha mengkoreksi cacat-cacat bahasa traisional yang menghambat ekspresi dan komunikasi, disamping berusaha mengnati kehususan kehususannya dengan kehususan kehususan yang lain yang mempermudah mengekspreikan isi dan kecermatan makna yang dituntut.

Kehususan kehususannya itu adalah :
a. Bahasa baru harus umum, bahkan yang paling umum sehingga dapat dipakai untuk berberbicara dengan semua tingkatan pikiran.
b. Bahasa baru harus terbuka dapat dirubah dan diganti adakalnya dalam pemahaman pemahaman makna makna bahkan eksistensinya.
c. Bahasa baru harus rasional sehingga dapat digunakan untuk mengkomukasikan makna.
d. Bahasa baru haruslah memiliki kata dalam indra dan empiri, shingga dapat menetukan makna maknanya dan kembali kepada realitas sebagai penentu makna makna dan sebagai refleksi jika makna makna itu kontradiksi.
e. Bahasa baru haruslah bahasa kemanusiaan yang tidak mengeksprsikan kecuali kategori manusiawi seperti analisi, kerja, praduga, kepastian, maksud, aksi, zaman, dan pendorong.
Logika pembaharan bahasa mengorbankan sejumlah kehati-hatian bukan dalam masalah metode tetapi dalam masalah kesimpulan kesimpulannya, karena telah terekspose pada kekuatiran kekuatiran hakiki yang mnybabkannya hanya sebagai omong kosong dan permainan dengan kata kata yang tidak merubah apa apa.

Yang terpenting dari kehawatiran kehawatiran itu adalah :

1). berlaga tau atau pamer konsep konsep baru tanpa memahami isinya, tanpa meneliti sumber sumbernya dan tanpa mengetahui apa yang akan terjadi jika konsep konsep baru itu di gunakan untuk menganti kata kata tradisional yang cacat.

2). fanatisme mazhab yang membawa pada semacam kesewenangan wenangan dalam proses proes pemabaharuan bahasa dengan cara memilih satu jenis kata kata yang tertutup untuk mengekspesikan satu makna yang ditunjuk oleh kata tradisional agar memebri cap pemikiran baru dengan cirri mazhab khusus.

3). Niat buruk, yaitu ekstrim dalam berfanatik mazhab sampai sejauh mungkin.


<> Turas Dan Tajdid Dan Penyatuan Ilmu Ilmu

Turas adalah segala sesatu yang sampai kepada kita dari masa lalu dalam peradaban yang dominant, sehingga merupakan masalah yang diwarisi sekaligus mesalah penerima yang hadir dalam berbagai tingkatan. Turas merupakan titik awal sebagai tangungjawab kebudayaan dan bangsa. Tajdid adalah penafsiran ulang atas turas sesauai dengan kebutuhan kebutuhan zaman , karena yag lama mendahului yang baru. Turas adalah peranatara sedangkan tajdid adalah tujuan.

Jadi turas dan tajdid berusaha menegakan persoalan persoalan perubahan social scara alamiah dan dalam kerangka sejarah, yang dimulai dengan asas dan syarat sebelum yang di bangun dan di syariati.

Turas dan tajdid mencerminkan proses peradaban yaitu pengungkapan sejarah, sebagai kebutuhan yang sangat mendesak dan tuntunan revolusioner dalam kesadaran kentemporer kita. Turas dan tajdid mengkaji tentang jati diri dengan cara menukik ke dalam masa kinidengan menjawab pertanyaan siapa kita.?

walaupun turas telah memberi kita empat ilmu rasional yang luar biasa yaitu kalam, filsafat, tasawauf dan ushul fikih,hanya saja tujuan akhir turas dan tajdid adalah penyatuan ilmu ilmu dalam satu ilmu yang sinonim dengan peradaban itu sendiri. Sebab semua ilmu itu berusaha untuk memahami dan merubah wahyu menjadi teori seperti ada dalam kalam dan filsafat.

Penyatuan ilmu-ilmu merupakan peresolan yang mungkin, karena setiap ilmu menunjuk kepada ilmu-ilmu lain dengan komparasi dan seringkali dengan falsifikasi dan kritik. Dalam ilmu kalam misalnya terdapat kritik aras filsafat, khusunya menganai hal hal yang berkaitan dengan falak-falak, makna makna akal akal. Kadang kadang sebagian kajian fikih dan ushul fiqih tercakup dalam satu poin bersama dalam kajian kajian bahasa, qiasa dan ijtihad.
Penyatuan ilmu-ilmu merupakan suatu yang mungkin dengan cara mengambil semua yang diberikan oleh ilmu ilmu tradisional dan apa yang memnuhi tuntutan tuntutan zaman. Misalnya pengukuhan kebebsana dalam ilmu tauhid akal, amal dan musyawarah.

Jika turas telah memberi kita ilmu ilmu rasional, yang mengeksprsikan puncfak tertinggi pencapainnya yaitu rasionalisasi nash dan analisi wahyu jika tajdidi dengan kemampuannya merubah ilmu ilmu trasisional ini menjadi ilmi ilmu kemanusiaan, maka zaman sekarang ingin mealangkah jauh lebih maju yaitu merubah ilmu ilmu kemanusiaan sebagai warisan ilmu ilmu tradisional menajdi idiologi. Itulah tujuan tertinggi turas dan tajdid.

Dalam Al-Yasar al-Islami (Kiri Islam) tersebut, Hassan Hanafi mendiskusikan bebarapa isu penting berkaitan dengan kebangkitan Islam. Secara singkat dapat dikatakan, Kiri Islam bertopang pada tiga pilar dalam rangka mewujudkan kebangkitan Islam, revolusi Islam (revolusi Tauhid) dan kesatuan umat. Pilar pertama adalah revitalisasi khazanah Islam klasik. Hassan Hanafi menekankan perlunya rasionalisme untuk merevitalisasi khazanah Islam. Rasionalisme merupakan keniscayaan bagi kemajuan dan kesejahteraan Muslim, disamping untuk memecahkan situasi kekinian di dalam dunia Islam. Pilar kedua adalah perlunya menentang peradaban Barat. Ia memperingatkan pembacanya akan bahaya imperialisme kultural Barat yang cenderung membasmi kebudayaan bangsa-bangsa yang, secara kesejarahan, kaya. Ia mengusulkan "Oksidentlisme" sebagai jawaban "Orientalisme" dalam rangka mengakhiri mitos peradaban Barat. Pilar ketiga adalah analisis atas realitas dunia Islam. Untuk analisis ini, ia mengkritik metode tradisional yang bertumpu pada teks (nash), dan mengusulkan suatu metode tertentu, agar realitas dunia Islam dapat berbicara bagi dirinya sendiri. Menurut Hassan Hanafi, dunia Islam sedang menghadapi tiga ancaman, yaitu imperialisme, zionisme dan kapitalisme (dari luar) serta kemiskinan, ketertindasan dan keterbelakangan (dari dalam). Kiri Islam berfokus pada problem-problem era ini
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar