Mahasiswa Sebagai Gerakan Moral
Mahasiswa
merupakan elemen terpenting dari sebuah negara. Mahasiswa yang mengawal
jalannya pemerintahan dalam sebuah negara. Mahasiswa merupakan kekuatan
ekstra parlementer yang vital. Peran mahasiswa yang sangat penting ini
sangat jelas dalam konteks sejarah nasional Indonesia.
Berbicara
tentang Indonesia. Perjalanan panjang negeri ini ditentukan oleh
dinamika pergerakan mahasiswa. Kita semua tahu, Indonesia merdeka bukan
karena kekuatan tempurnya. Bukan karena hebatnya taktik perang gerilya.
Tapi karena peranan mahasiswa. Sebelum pendidikan menyentuh lapisan
masyarakat Indonesia, perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan hanya
didasarkan pada aspek kewilayahan. Setiap daerah berperang sendiri..
Tidak ada nasionalisme. Perjuangan secara parsial ini tidak dapat
membebaskan Indonesia dari penjajahan.
Perjuangan
indonesia dalam mencapai kemerdekaan bermula dari kaum terdidik (baca;
mahasiswa). Sumpah Pemuda yang dideklarasikan oleh para pemuda menjadi
bukti yang tidak terbantahkan. Nasionalisme mulai muncul.
Pada
fase kedua, peran mahasiswa semakin vital. Proklamasi kemerdekaan dapat
dikatakan salah satu contohnya. Penculikan terhadap Soekarno-Hatta,
yang dikenal dengan sebutan Peristiwa Rengasdengklok, menjadi bukti.
Kembali sejarah mencatat eksistensi mahasiswa Indonesia. Munculnya
angkatan ‘45
Fase
ketiga (angkatan ’66), kembali memunculkan peranan mahasiswa dalam
pentas politik Indonesia. Pengkhianatan Soekarno terhadap Pancasila
menjadi pemicu. Partai Komunisme Indonesia (PKI) bisa menjadi partai
terbesar di Indonesia saat itu. Tetapi mahasiswa lah yang menentukan.
Kita tentu mengenal Soe Hoek Gie dan Ahmad Wahib.
Dua sosok pemikir yang melampaui zamannya. Aktor intelektual dibalik
tumbangnya rezim orde lama. Lambang supremasi demokrasi terpimpin.
Munculnya
rezim orde baru yang menggunakan Pancasila sebagai tameng untuk
melegitimasi suatu sistem pemerintahan yang diktator, kembali
membangkitkan ‘amarah’ mahasiswa. Peristiwa ’98 menjadi antiklimaks.
Pergerakan Mahasiswa=Gerakan Moral
Pergerakan
Mahasiswa pada dasarnya adalah suatu gerakan moral yang benar-benar
harus didasari pada semangat kebangsaan dan semangat keadilan yang harus
tetap dijaga idealismenya berdasarkan pola pemikirannya sendiri bukan
berdasarkan bujukan atau ideologi atas suatu partai tertentu. Hal ini
didasarkan pada prinsip gerakan moral dalam pilar-pilar demokrasi..
Menurut
Hariman Siregar sebagai gerakan moral, gerakan mahasiswa tidak bicara
ideologi. Tidak memakai cara-cara kekerasan. Gerakan moral mewakili
perasaan, yakni perasaan orang banyak. Dengan begitu ia tidak punya
kepentingan (politik), sekaligus ia menolak dimanfaatkan pihak luar yang
mempunyai kepentingan politik. Sebagai gerakan moral, biasanya
mahasiswa bicara tentang ketidakadilan, kesewenang-wenangan, kekuasaan
yang korup, dan hal-hal yang bersikap umum. Gerakan moral adalah gerakan
yang bersikap spontan "tanpa pemimpin" dan tidak mengenal hierarki.
.Isu-isu
yang ditawarkan dalam gerakan ini biasanya mendapatkan dukungan yang
luas masyarakat karena isu tersebut dapat menyatukan kepentingan
masyarakat. Gerakan moral ini dapat pula disebut gerakan sosial yang
selalu memperjuangkan penegakan HAM, pemberdayaan hukum, pemerintahan
yang bersih, pemberantasan KKN, kesejahteraan kaum lemah, dan lain-lain.
Hal
ini terbukti dari sejarah panjang pergerakan mahasiswa. Pada masa pra
kemerdekaan, mahasiswa menjadi pelopor aksi yang didasari semangat
nasionalisme. Munculnya Sumpah Pemuda. Rakyat Indonesia menginginkan
kemerdekaan. Mahasiswa mengerti. Mahasiswa bergerak. Kemerdekaan
terwujud dalam bentuk rezim orde lama. Perlu dicatat, walaupun ada pihak
yang menyatakan aksi mahasiswa kala itu ditunggangi oleh kelompok pro
kapitalisme dan imperialisme, tetapi aksi mahasiswa didasarkan hanya
pada rasa patriotisme dan nasionalisme yang tinggi. Terlepas dari adanya
‘pesanan politik’, aksi mahasiswa muncul sebagai gerakan moral.
Penyimpangan
terhadap implementasi Pancasila kembali memunculkan gerakan moral
mahasiswa. Penggulingan rezim orde baru merupakan kristalisasi keinginan
masyarakat Indonesia melalui gerakan mahasiswa. Siapa yang menjalankan
roda pemerintahan bukan lagi menjadi tugas penting bagi mahasiswa. Ciri
penting dari gerakan moral. Gerakan mahasiswa.
Mahasiswa Masa Kini
Memang
setiap manusia mempunyai hak melakukan gerakan politik, begitu pula
dengan mahasiswa. Memang pada dasarnya gerakan yang diusung mahasiswa
tidak senantiasa identik dengan perjuangan politik, tetapi terkadang
dapat juga menimbulkan implikasi politik, mengubah konstelasi politik
dan dapat juga menumbangkan kekuasaan politik.
Gerakan
politik ini sulit diterima masyarakat karena mereka mempunyai
kepentingan politik kelompok tertentu, dan menempatkan diri sebagai
pihak yang selalu benar dan tidak mau disalahkan. Jika seperti itu
gerakan politik mahasiswa, ini cenderung tidak memiliki kekuatan
memberikan sesuatu yang memang diperlukan rakyat banyak. Gerakan
politik mahasiswa adalah gerakan yang dikendalikan kepentingan elite
politik. Dengan begitu, gerakan ini adalah gerakan yang tidak
independen, gerakan yang terkooptasi instrumen politik tertentu.
Sangat
disayangkan jika mengatasnamakan mahasiswa untuk membuat opini
mendukung program ini dan program itu. Independensi mahasiswa adalah
sikap yang selalu mencari dan mencintai kebenaran. Independensi berarti
memilih sesuatu yang dianggap benar dan dapat memberikan solusi untuk
memperbaiki kondisi Indonesia yang sedang terpuruk ini.
Seharusnya
mahasiswa tidak terjebak dikotomi nasionalis, islamis, dan militer
karena pada dasarnya militer-islamis ikut berpartisipasi membangun
bangsa ini dilandasi semangat nasionalis. Sebaliknya yang mengklaim diri
berpaham nasionalis adalah orang-orang yang beragama yang memiliki hati
nurani dan dapat membedakan antara yang baik dan buruk, dalam
memperjuangkan bangsa ini mereka tidak lepas dari dukungan para ulama
dan militer. Untuk itu opini yang dikeluarkan dengan anti-ini dan
anti-itu adalah sebuah pengotakan yang dapat memecah belah persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia.
Antara Fenomena Apatisme Mahasiswa dan Partai Masuk Kampus
Tidak
perlu detail kita kilas kembali bagaimana ketika pembahasan RUU Pemilu,
RUU Parpol dan RUU Pilpres. Secara umum dinilai bahwa infrastruktur
Pemilu tersebut sarat dengan kompromi politik sehingga stigma yang
muncul bahwa infrastruktur Pemilu tersebut tidak lebih hanya merupakan
akal-akalan elit parpol yang kebetulan memperoleh suara yang mayor
ketika Pemilu tahun 2004 kemarin.
Sebuah
rekayasa besar agar pada Pemilu mendatang Parpol yang berkuasa sekarang
bisa kembali meraih sukses seperti pada Pemilu sebelumnya. Pretensinya
adalah bahwa Pemilu tidak lain hanya sebagai instrumen untuk mendapat
legitimasi dan simpati baru dari rakyat, sehingga makna Pemilu 2009
bukan lagi sebagai alternatif pilihan bagi bangsa sebagai transisi yang
menjadi mainstream demokrasi, tetapi Pemilu 2009 tidak lebih hanya
sekedar proses “daur ulang politik”. Melihat
fenomena tersebut, mahasiswa sebagai garda terdepan dalam mengusung
agenda-agenda rakyat harus berani melakukan “kontrak politik”.
Selain
itu adanya sikap apatisme terhadap pemilu juga ditunjukkan dengan
berkembangnya hedonisme, dengan tatanan moral yang belum siap terhadap
pemikiran yang terbuka, para mahasiswa saat ini terjebak dalam
hingar-bingar dunia hedon dimana mereka lupa atau bahkan tidak tahu
terhadap posisinya sebagai mahasiswa yang seharusnya menjadi pilar
demokrasi. Mahasiswa harus memberikan pemikiran dan karyanya untuk
mendidik masyarakat dalam berdemokrasi bukan dalam satu mainstream
ideologi tertentu. Namun di sisi lain pula budaya hedonisme secara tidak
langsung tersebar oleh kehidupan mahasiswa yang serba modern yang sudah
secara angin putting beliung menggeser dan memindahkan nilai-nilai
gerakan moral dan membuat luntur semangat perjuangan membela rakyat.
Aksi
yang dilakukan oleh para mahasiswa lebih banyak menyoroti tentang
buruknya kinerja pemerintah dalam menjalankan pemerintahnya, karena aksi
dipandang sebagai ajang penyaluran aspirasi para mahasiswa terhadap
kinerja dari kalangan elit pemerintahan. Aksi tersebut dilakukan bukan
bertujuan hanya mengungkap sisi negatif dari kalangan elite di
pemerintahan saja, namun mahasiswa ingin agar kalangan elite
pemerintahan sadar akan kewajiban mereka sebagai wakil raykat. Pada sisi
yang lain, apabila fenomena penyaluran aspirasi mahasiswa tersebut
dikaitkan dengan pemilu, maka keadaannya seperti dua sisi mata
uang logam. Ada mahasiswa yang dengan senang hati datang ke Tempat
Pemungutan Suara (TPS) untuk memberikan suaranya. Sebaliknya ada juga
sebagian mahasiswa memilih bersikap apatis terhadap pemilu.
Di
salah satu sisi, suatu golongan/kelompok tertentu sedang asyik-asyiknya
mengkader mahasiswa untuk membangun Indonesia dalam ideologi partai
tertentu. Pada dasarnya pola mereka berjuang merekrut kadernya adalah
mendekati kampu-kampus karena kaum muda ini yang mampu menggerakan
perjuangan dan pembangunan atas bangsa kita ini sehingga baerbagai
politik praktis pun diterapkan salah satunya memasuki lingkungan
akademis yang seharusnya bebas dari politik praktis.
Pada
akhirnya, kekuatan mahasiswa yang sangat besar hendaknya jangan mudah
dipolitisasi. Ditunggangi oleh suatu kepentingan tertentu. Mahasiswa
kini cenderung pragmatis. Aksi mahasiswa sebagai gerakan moral semakin
diragukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar