Sejarah dan
Perkembangan Studi Geopolitik
Abstrak
Geopolitik merupakan bidang keilmuan yang mempelajari bagaimana fenomena politik mempengaruhi aspek geografi. Studi ini kemudian menjadi penting dalam melengkapi studi Hubungan Internasional dikarenakan faktor geografi bersifat relatif permanen dibandingkan dengan faktor-faktor lain yang berasosiasi dengan lingkungan sosial. Sebagai studi yang menganalisa interaksi antara manusia dengan lingkungannya, lantas geostrategi muncul sebagai studi tambahan yang mencoba mengelaborasi strategi suatu negara-bangsa dalam merespon tantangan yang berasal dari lingkungan internal dan eksternal. Tulisan ini diawali dengan menjelaskan orisinalitas dan batasan studi geopolitik & geostrategi. Tulisan kemudian dilanjutkan dengan menelusuri perkembangan studi geopolitik dari awal abad ke-20 hingga relevansinya dewasa ini. Perubahan-perubahan seperti apakah yang menyertainya, dan mampukah geopolitik bertahan dalam lingkungan globalisasi informasi kontemporer.
Kata-kata Kuci: geopolitik, geostrategi, geografi politik, negara bangsa, manusia, lingkungan alami.
Dalam beberapa wacana disebutkan manusia merupakan bagian dari lingkungan alami (Kristov 1960; Flint 2006). Keberadaan manusia tidak dapat dilepaskan dari tempat ia dilahirkan, dibesarkan, dan akhirnya mati. Sejalan dengan siklus daur hidup manusia, lingkungan (alami dan sosial) secara perlahan mengalami pergeseran yang harus disikapi dengan bijak oleh manusia. Berdasarkan pandangan di atas, penulis berusaha memaparkan proposisi-proposisi penting dalam memahami perkembangan studi geopolitik.
Orisinalitas Geopolitik
Geopolitik
merupakan bagian integral dari geografi manusia (human geogragphy), oleh
karenanya diperlukan pemahaman mengenai apa yang dimaksud dengan geografi manusia
sebelum dapat menyentuh konteks geopolitik (Flint 2006, 1). Sebagai sebuah
studi, geografi terbilang unik. Tidak seperti ilmu politik yang mempelajari
politik, atau sosiologi yang mempelajari masyarakat, geografi mempelajari
masalah-masalah dimulai dari pemanasan global, urbanisasi, identitas politik,
hingga globalisasi. Geografi manusia, mengutip Knox dan Marston (1998, 3)
dalam Flint (2006, 2) dapat dipahami sebagai suatu studi sistematik yang
berusaha mencari dan menjelaskan keunikan/karakteristik dari suatu tempat, yang
dilanjutkan dengan bagaimana pola koneksi & interaksi antar tempat. Dalam
memahami bagaimana manusia berinteraksi dengan tempat tinggalnya dapat
digunakan analisis karakteristik kota. Kota Jakarta, Indonesia tentu memiliki
karakteristik yang berbeda dengan Pyongyang, Korut. Banyak aspek yang kemudian
dapat menjadi pembanding, di antaranya pola cuaca, setting kota, bentuk kota,
tata letak perumahan warga, atau sistem transportasi. Lantas muncul pertanyaan,
apakah aspek-aspek geografis di atas dapat menggambarkan nilai ideologi ataupun
karakteristik masyarakat lokal dan pemerintahnya. Dalam menganalisis kasus di
atas diperlukan pemahaman atas ilmu yang kemudian disebut dengan geopolitik.
Dalam
membedakan geografi politik dan geopolitik, Kristov (1960) menawarkan definisi:
geopolitik merupakan studi fenomena politik dalam hubungan spasial,
ketergantungan, dan pengaruh terhadap bumi beserta seluruh faktor kultural yang
mengkonstitusi subyek permasalahan geografi manusia. Sementara geografi politik
hanya perlu diinterpretasi berdasarkan konten geografi dan bukan merupakan satu
studi yang independen. Dengan demikian ia terbatas menjadi penengah dan/atau
penunjang studi lain.Geografi politik (political geography) “..qua geography
tends to focus its attention on the geographical phenomena; it gives a
political aspects of geographical phenomena” (Kristov 1960, 36). Sementara
Geopolitik dapat dipahami “..qua politics, tends to focus on the political
phenomena” (Kristov 1960, 34); “Analysis of the interaction between, on the one
hand, geographical settings & perspectives, & on the other,
political processes” (Lohen 2003, 2). Cabang pengetahuan antar bidang yang
mempelajari hubungan dan peranan dari unsur-unsur kebumian dengan politik luar
negeri yang dijalankan oleh sesuatu negara. Fokus perhatian dari geopolitik
adalah pengaruh aspek kebumian terhadap haluan dan aspek siasat dari suatu
negara dalam hubungan dengan negara tetangga disekitarnya.
Satu lagi
istilah yang tidak dapat diacuhkan, Geopolitik yang merupakan kosakata Jerman.
Seperti yang Haushofer (Thuatail et al 2003, 33) jelaskan, “Geopolitik
demonstrates the dependence of all political developments on the permanent
reality of the soil.” Geopolitik dari bagi Haushofer sendiri harus
dipandang sebagai nilai-nilai prinsipil yang didesain untuk memenuhi tujuan
nasional dan imperialisme Jerman. Seperti diwakili dalam istilah blut und boden
(blood & soil); rasse und raum (race & space) yang secara tidak
langsung menunjukkan doktrinasi pemerintah Jerman terhadap rakyatnya (Lohen
2003, 21).Beberapa definisi geostrategi: (1) cabang dari geopolitik yang
berurusan dengan strategi, (2) kombinasi dari geopolitik dan faktor strategis
yang mengikat pada wilayah geografi tertentu, (3) istilah yang digunakan oleh
pemerintah dalam menjelaskan strategi yang berdasarkan geopolitik. Dari
penjelasan di atas, geostrategi merupakan sub-field yang senantiasa mengikuti
geopolitik.
Perkembangan Studi Geopolitik
Untuk memahami
perkembangan studi geopolitik akan digunakan pandangan Kristov (1960) yang
mendikotomikannya menjadi periodisasi “premodern” dan “modern”. Premodern
banyak dipengaruhi oleh Aristoteles dan Jean Bodin. Aristoteles berpendapat
bahwa lingkungan alami dari sudut pandang (1) implikasinya terhadap karakter
manusia dan (2) implikasinya terhadap keperluan ekonomi dan militer negara
ideal (Kristov 1960, 17). Di sisi lain, argumen yang ditawarkan Bodin dalam
beberapa hal memiliki persamaan dengan Aristoteles: (1) Bodin percaya bahwa
lingkungan alami memiliki korelasi yang tinggi dengan karakter manusia;
masyarakat dari wilayah yang berbeda mengekspresikan preferensi tersendiri
terhadap rezim yang berbeda, (2) pandangan bahwa alam tidak hanya dapat
membatasi kapasitas manusia, tapi juga menentukan kemauan manusia untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu (Kristov 1960, 18). Sebagai contoh,
masyarakat yang hidup di wilayah dingin lebih cocok dengan rezim yang
demokratis, sedangkan masyarakat yang hidup di wilayah panas lebih cocok dengan
rezim otoriter. Hal tersebut didasarkan pada asumsi bahwa masyarakat tropis
cenderung suka bermalas-malasan sehingga perlu adanya sistem otoriter.
Sementara itu, masyarakat di wilayah dingin secara alamiah merupakan masyarakat
yang rajin bekerja secara alamiah untuk menjaga panas tubuhnya sehingga tidak
memerlukan rezim otoriter.
Apabila periode
premodern menempatkan doktrin bahwa lingkungan alam merupakan faktor determinan
yang mempengaruhi kehidupan manusia, sarjana geopolitik modern percaya bahwa
alam tidak memaksa manusia untuk melakukan sesuatu, alam sebaiknya disikapi
sebagai bentuk saran dan preferensi bagi tindakan manusia (Kristov 1960, 19).
Beberapa tokoh penting dalam perkembangan studi geopolitik dan geostrategi:
Rudolf Kjellén (Jerman), Halford Mackinder (Inggris), Alfred Thayer Mahan
(A.S.), Nicholas Spykman (A.S.), Ratzel (Jerman), Karl Ernst Haushofer
(Jerman).
Kesimpulan
Secara umum
terdapat tiga poin utama yang dapat penulis simpulkan. Pertama, geopolitik dan
geostrategi merupakan dua ilmu yang saling melengkapi. Jika geopolitik
merupakan alat analisis dalam memahami pola interaksi negara-bangsa dengan
aspek bumi (geografis). Maka geostrategi menjadi alat analisis dalam merumuskan
kebijakan luar negeri strategis yang dapat dikembangkan negara-bangsa dengan
memanfaatkan faktor bumi.
Kedua, jika
geopolitik merupakan studi independen yang berusaha menjelaskan fenomena
politik dalam aspek geografi, maka geografi politik bukan merupakan studi
independen. Ia berupaya menjelaskan fenomena geografis dengan pemetaan politis
sesuai dengan batas wilayah negara dan terbatas berfungsi sebagai penunjang.
Ketiga,
terdapat dua periodisasi besar studi geopolitik, premodern dan modern. Keduanya
dibedakan berdasarkan pada bagaimana asumsi masing-masing menyikapi hubungan
manusia dengan lingkungannya. Teoritisi premodern percaya bahwa kekuatan alam
bersifat absolut terhadap manusia, sehingga manusia merupakan obyek terhadap
alam. Di sisi lain, teoritisi modern percaya bahwa meski kekuatan alam bersifat
absolut, manusia memiliki akal untuk menghindari kerusakan. Dengan demikian,
dalam pandangan modernis alam memberikan opsi-opsi bagi manusia merumuskan
tindakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar