ASAL USUL SUKU JAWA
Asal Usul Suku Jawa
- Bahasa
Sebahagian besar suku bangsa Jawa menuturkan bahasa
Jawa sebagai bahasa percakapan harian. Sebuah tinjauan pendapat yang
dijalankan oleh Majalah Tempo pada awal dekad 1990-an menunjukkan bahawa
hanya sekitar 12% daripada orang-orang Jawa menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa pertuturan harian. Sekitar 18% menggunakan
campuran bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, dengan yang lain menuturkan
bahasa Jawa sebagai bahasa utama mereka.
Keturunan-keturunan masyarakat Jawa berpendapat bahawa bahasa Jawa adalah bahasa yang sangat sopan dan mereka, khususnya orang-orang yang lebih tua, menghargai orang-orang yang menuturkan bahasa mereka. Bahasa Jawa juga sangat mempunyai erti yang luas.
Selain definisi tersebut, bangsa jawa juga berkaitan dengan bahasa yang digunakan oleh suku Jawa juga penting diketahui. Ada dua jenis bahasa Jawa. Adapun dua jenis bahasa tersebut yaitu sebagai berikut :
- Bahasa Jawa Ngoko, Bahasa Jawa tersebut berdasarkan asal usul suku Jawa digunakan kepada orang yang sudah akrab, orang yang lebih muda usianya atau lebih rendah status sosialnya
- Bahasa Jawa Kromo, Bahasa Jawa tersebut berdasarkan asal usul suku Jawa digunakan kepada orang yang belum akrab, tetapi sabaya atau memiliki status sosial yang sama serta kepada orang yang usianya lebih tua atau yang lebih tnggi status sosialnya
- Kepercayaan Sebahagian besar orang Jawa menganuti agama Islam pada nama sahaja. Yang menganuti agama Kristian, Protestan dan Katolik juga banyak, termasuknya di kawasan luar bandar, dengan penganut agama Buddha dan Hindu juga ditemukan di kalangan masyarakat Jawa. Terdapat juga agama kepercayaan suku Jawa yang disebut sebagai agama Kejawen. Kepercayaan ini pada dasarnya berdasarkan kepercayaan animisme dengan pengaruh agama Hindu-Buddha yang kuat. Masyarakat Jawa terkenal kerana sifat asimilasi kepercayaannya, dengan semua budaya luar diserap dan ditafsirkan mengikut nilai-nilai Jawa sehingga kepercayaan seseorang kadang kalanya menjadi kabur.
- Pekerjaan Di Indonesia, orang Jawa biasanya ditemukan dalam semua bidang, khususnya dalam perkhidmatan awam dan tentera. Secara tradisi, kebanyakan orang Jawa adalah petani. Ini adalah sebabkan oleh tanah gunung berapi yang subur di Jawa. Walaupun terdapat juga banyak usahawan Indonesia yang berjaya yang berasal daripada suku Jawa orang Jawa tidak begitu menonjol dalam bidang perniagaan dan perindustrian.
- Susun lapis sosial
Masyarakat Jawa juga terkenal kerana pembahagian
golongan sosialnya. Pada dekad 1960-an, Clifford Geertz, pakar
antropologi Amerika Syarikat yang ternama, membahagikan masyarakat Jawa
kepada tiga buah kelompok:
1. Kaum santri
2. Kaum abangan
3. Kaum priyayi.
Menurut beliau, kaum santri adalah penganut agama Islam yang warak, manakala kaum abangan adalah penganut Islam pada nama sahaja atau penganut Kejawen, dengan kaum priyayi merupakan kaum bangsawan. Tetapi kesimpulan Geertz ini banyak ditentang kerana ia mencampurkan golongan sosial dengan golongan kepercayaan. Pengelasan sosialnya juga dicemari oleh penggolongan kaum-kaum lain, misalnya orang-orang Indonesia yang lain serta juga suku-suku bangsa bukan pribumi seperti keturunan-keturunan Arab, Tionghoa dan India. - Kesenian
Orang Jawa terkenal kerana kebudayaan seni yang
sebahagian besarnya dipengaruhi oleh agama Hindu-Buddha, iaitu
pementasan wayang. Repertoir cerita wayang atau lakonan sebahagian
besarnya berdasarkan roman kesateriaan Ramayana dan Mahabharata.
Walaupun demikian, terdapat juga pengaruh Islam serta Dunia Barat.
- System kesenian masyarakat jawa memiliki dua tipe yaitu, tipe jawa tengah dan jawa timur.
- Kesenian tipe jawa tengah
- Seni Tari Contoh : Seni tari tipe jawa tengah adalah tari serimpi dan tari bambang cakil
- Seni Tembang berupa lagu-lagu daerah jawa, misalnya lagu-lagu dolanan suwe ora jamu, gek kepiye dan pitik tukung
- Seni pewayangan merupakan wujud seni teater di jawa tengah
- Seni teater tradisional wujud seni teater tradisional di jawa tengah antara lain adalah ketoprak.
- Kesenian tipe jawa timur
- Seni tari dan teater antara lain tari ngremo, tari tayuban, dan tari kuda lumping
- Seni pewayangan antara lain wayang beber
- Seni suara antara lain berupa lagu-lagu daerah seprerti tanduk majeng (dari Madura) dan ngidung (dari Surabaya)
- Seni teater tradisional antara lain ludruk dan kentrung.
- Rumah adat tipe jawa, antara lain corak limasan dan joglo. Rumah situbondo merupakan model rumah adat jawa timur yang mendapat pengaruh dari rumah Madura.
- Pakaian adat jawa, pakaian pria jawa tengah adalah penutup kepala yang di sebut kuluk, berbaju jas sikepan, korset dan kris yang terselip di pinggang. Memakai kain batik dengan pola dan corak yang sama dengan wanita. Wanitanya memakai kain kebaya panjang dengan batik sanggulnya disebut bakor mengkurep yang diisi dengan daun pandan wangi.
- Stereotaip orang Jawa
Orang Jawa terkenal sebagai suku bangsa yang sopan
dan halus, tetapi mereka juga terkenal sebagai suatu suku bangsa yang
tertutup dan tidak mau terus terang. Sifat ini konon berdasarkan sifat
orang Jawa yang ingin memeliharakan keharmonian atau keserasian dan
menghindari pertikaian. Oleh itu, mereka cenderung diam sahaja dan tidak
membantah apabila tertimbulnya percanggahan pendapat. Salah satu kesan
yang buruk daripada kecenderungan ini adalah bahawa mereka biasanya
dengan mudah menyimpan dendam.
Orang suku Jawa juga mempunyai kecenderungan untuk membeda-bedakan masyarakat berdasarkan asal-usul dan kasta atau golongan sosial. Sifat seperti ini dikatakan merupakan sifat feudalisme yang berasal daripada ajaran-ajaran kebudayaan Hindu dan Jawa Kuno yang sudah diyakini secara turun-temurun oleh masyarakat Jawa sehingga sekarang
- Sistem Perkawinan Dalam Adat Jawa
Di dalam rumusan masalah ada permasalahan yaitu tentang bagaimana system kekerabatan Suku Jawa. Dalam system kekerabatan Jawa keturunan dari Ibu dan Ayah dianggap sama hak nya, dan warisan anak perempuan sama dengan warisan laki-laki tetapi, berbeda dengan banyak suku bangsa yang lain, yang ada Indonesia. Misalnya, dengan suku-suku Batak di Sumatra Utara, masyarakat jawa tidak mengenal system marga. Susunan kekerabatan suku jawa berdasarkan pada keturunan kepada kedua belah pihak yang di sebut Bilateral atau Parental yang menunjukan system penggolongan menurut angkatan-angkatan. Walaupun hubungan kekerabatan di luar keluarga inti tidak begitu ketat aturannya, namun bagi orang jawa hubungan dengan keluarga jauh adalah tetap penting.
Masyarakat Jawa dalam hal perkawinana melalui beberapa tahapan. Biasanya seluruh rangkaian acara perkawinan berlangsug selama kurang lebih dua bulan, mencangkup
- Nontoni : Melihat calon istri dan keluarganya, dengan mengirim utusan (wakil).
- Nglamar (meminang) : Tahapan setelah nontoni apabila si gadis bersedia dipersunting.
- Paningset : Pemberian harta benda, berupa pakaian lengkap disertai cin-cin kawin.
- Pasok Tukon : Upacara penyerahan harta benda kepada keluarga si gadis berupa uang,pakaian dan sebagainya, diberikan tiga hari sebelum pernikahan.
- Pingitan : Calon istri tidak diper4bolehkan keluar rumah selama 7 hari atau 40 hari sebelum perkawinan.
- Tarub : Mempersiapkan perlengkapan perkawianan termasuk menghias rumah dengan janur.
- Siraman : Upacara mandi bagi calon pengantin wanita yang dilanjutkan dengan selamatan.
- Ijab Kabul (Akad Nikah) : Upacara pernikahan dihadapan penghulu, disertai orang tua atau Wali dan saksi-saksi.
- Temon (Panggih manten) : Saat pertemuan pengantin pria dengan wanita.
- Ngunduh Mantu (ngunduh temanten) : Memboyong pengantin wanita kerumah pengantin pria yang disertai pesta ditempat pengantin pria.
Jika di dalam perkawinan ada masalah antara suami istri maka dapat dilakukan “Pegatan” (Perceraian). Jika istri menjatuhkan cerai di sebut “talak” sedangkan istri meminta cerai kepada suami di sebut “talik”. Jika keinginan isteri tidak di kabulkan oleh suami istri mengajukan ke pengadilan maka di sebut “rapak”. Jika ingin kembali lagi jenjang waktunya mereka rukun kembali adalah 100 hari di namakan “Rujuk” jika lebih dari 100 hari dinamakan “balen” (kembali). Setelah cerai seorang janda boleh menikah dengan yang lain setelah “masa Iddah”.
Ada bentuk perkawinan lain yaitu :
- Perkawinan Magang
- Perkawinan triman
- Perkawinan unggah unggahi
- Perkawinan paksa
- Sistem Ekonomi suku Jawa
Sistem perekonomian masyarakat Jawa mencakup
- Pertanian
- Perikanan
- Peternakan
- Kerajinan
Adapun mata pencaharian dalam suku Jawa atau masyaraakat Jawa biasanya bermata pencaharian bertani, baik bertani di sawah maupun tegalan, juga Beternak pada umumnya bersipat sambilan, selain itu juga masyarakat Jawa bermata pencaharian Nelayan yang biasanya dilakukan masyarakat pantai.
- Sistem kemasyarakatan dan politik Suku Jawa
Masyarakat jawa masih membedakan antara golongan priyayi dan orang kebanyakan wong cilik, Golongan priyayi atau bendara terdiri atas pegawai negri dan kaum terpelajar. Orang kebanyakan disebut juga wong cilik, seperti petani,tukang,dan pekerja kasar lainnya.priyayi dan bendara merupakan lapisan atas, sedangkan wong cilik menjadi lapisan bawah.
Secara administrative,suatu desa di jawa biasanya disebut kelurahan yang dikepalai oleh seorang lurah. Dalam melakukan pekerjaan sehari-hari ,seorang kepala desa dengan semua pembantunya disebut pamong desa. Pamong desa mempunyai dua tugas pokok, yaitu tugas kesejahteraan desa dan tugas kepolisian untuk keamanan dan ketertiban desa.
Adapun pembantu-pembantu lurah dipilih sendiri oleh lurah. Pembantu-pembantu lurah terdiri atas:
- Carik,bertugas sebagai pembantu umum dan penulis desa.
- jawa tirta atau ulu-ulu,bertugas mengatur air kesawah-sawah penduduk.
- Jaga baya,bertugas menjaga keamanan desa.
- AKSARA JAWA
Aksara Jawa (atau dikenal dengan nama hanacaraka atau carakan adalah aksara jenis abugida turunan aksara Brahmi yang digunakan atau pernah digunakan untuk penulisan naskah-naskah berbahasa Jawa, bahasa Makasar, bahasa Sunda[1], dan bahasa Sasak[1]. Bentuk aksara Jawa yang sekarang dipakai (modern) sudah tetap sejak masa Kesultanan Mataram (abad ke-17) tetapi bentuk cetaknya baru muncul
pada abad ke-19. Aksara ini adalah modifikasi dari aksara Kawi atau dikenal dengan Aksara Jawa Kuno yang juga merupakan abugida yang digunakan sekitar abad ke-8 – abad ke-16. Aksara ini juga memiliki kedekatan dengan aksara Bali. Nama aksara ini dalam bahasa Jawa adalah Dentawiyanjana.
Ha Na Ca Ra Ka = ono wong loro ( ada dua orang )
Da Ta Sa Wa La = podho kerengan ( mereka berdua berantem / berkelahi )
Pa Dha Ja Ya Nya = podho joyone ( sama-sama kuatnya )
Ma Ga Ba Tha Nga = mergo dadi bathang lorone ( maka dari itu jadilah bangkai semuanya / mati dua-duanya karena sama kuatnya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar