Senin, 06 Januari 2014

Bung Karno dan Politik Bahasa



Bung Karno dan Politik Bahasa
Pada awalnya Bung Karno terpesona dengan pidato politik saat diajak HOS Tjokroaminoto di tahun 1915 ke Solo dan  melihat sendiri Pak Tjokro berpidato dengan gaya yang brengas, tegas dan keras. Pak Tjokro saat itu berpidato dengan bahasa Melayu Pasar. Di  perkumpulan politik HBS Surabaya sendiri, Bung Karno dengan keras  menghendaki penggunaan bahasa Djawa Ngoko sebagai bahasa Politik  pergerakan.
Barulah pada tahun 1926, saat Bung Karno sering berdiskusi dengan Tjiptomangunkusumo di Bandung, Bung Karno  tersadarkan dengan politik bahasa, saat itu dokter Tjipto bilang kepada  Sukarno “Karno, sebuah bangsa itu tidak berdiri hanya sekedar sebagai  bangsa, sebagai sebuah geopolitik, tapi sebuah bangsa itu berdiri dengan nyawanya, dengan jiwanya, dan pembahasaan atas nyawa bangsa itu ya,  dengan bahasa …. kita tidak bisa lagi menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pergaulan intelektual, tidak pula kita mengenalkan bahasa kepada rakyat djelata dengan bahasa lokal, kita harus jadikan bahasa Melayu  Pasar sebagai bahasa Persatuan, kita disatukan oleh jaringan pasar yang  berdiri di seluruh pulau-pulau Nusantara, oleh kerna itu, bahasa menjadi politik utama kita sekarang”.
Pada tahun 1927, Sukarno berbicara pada M Yamin, Maroeto, Soegondo Djojopuspito yang datang ke Djakarta, saat itu juga datang anak HBS Bandung, Soetan Sjahrir yang masih pakai celana  pendek mengantar Yamin ke rumah Bung Karno. Disini Bung Karno  mendeskripsikan bahasa Indonesia sebagai bahasa Persatuan, Yamin jatuh  cinta sekali dengan alam pemikiran Bung Karno, sebelum ia kemudian  menemukan buku Naar de Republiek karangan Tan Malaka yang didapat Yamin  dari toko buku Pasar Senen milik Darip.
Sejak rapat-rapat politik di Radicale  Concentratie, Bung Karno terus berpidato dengan Bahasa Indonesia yang  lancar, sejak saat itu bahasa Indonesia dikenal luas, karena hampir tiap waktu rakyat seluruh Nusantara dididik Sukarno dalam pidato-pidato  politiknya dengan bahasa Indonesia.
Banyak analis-analis politik dan  sejarawan menilai Bung Karno-lah orang yang paling bertanggung jawab  terhadap penyebaran bahasa Indonesia dan sekarang hasilnya :
Orang Indonesia seharusnya bangga dengan bahasanya, karena: 1. Bahasa Indonesia menduduki peringkat 3 di Asia dan peringkat ke 26 di dunia dalam hal tata bahasa terumit di dunia. 2. Bahasa Indonesia juga mendunia di dunia maya, buktinya wikipedia berbahasa Indonesia telah menduduki peringkat 26 dari 250 wikipedia berbahasa asing di dunia dan peringkat 3 di Asia setelah  bahasa Jepang dan Mandarin, selain itu Bahasa Indonesia menjadi bahasa  ke 3 yang paling banyak digunakan dalam postingan blog di wordpress. 3. Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi kedua di vietnam sejak tahun 2007 4. Bahasa Indonesia masuk kedalam 10 besar bahasa yang paling diminati di seluruh dunia.

Tapi ironisnya, pemerintah yang  seharusnya melindungi Bahasa Indonesia, ternyata pemerintah juga lah  yang mencederai Bahasa Indonesia itu sendiri.
SBY sekarang pidatopun menggunakan  bahasa Indonesia yang belepotan, sudah seharusnya SBY ditegur oleh DPR  untuk berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sukarno  memang sering menggunakan bahasa Belanda, tapi itu hanya Quotes, atau  kutipan tidak dicampur-campur dalam struktur kalimatnya.
Bila Sukarno bapak bagi penyebaran bahasa Indonesia maka SBY adalah perusak bahasa Indonesia.

-Anton DH Nugrahanto-.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar