Geopolitik, Geostrategi, dan
Tatanan Dunia Baru: ASISTENSI
GEOPOLITIK,
GEOSTRATEGI, DAN TATANAN DUNIA BARU
Pendahuluan:
Refleksi
perkembangan konteks dunia terkait dengan sejarah, struktur kemasyarakatan
suatu negara dalam situasi dan kondisi tertentu sangat menentukan konstelasi
geopolitik dan geostrategi kebijakan politik suatu negara dalam suatu interaksi
tatanan dunia yang sangat kompleks. Interaksi banyak negara tersebut memiliki
hubungan struktural dan hierarkis yang kompleks, misalnya hubungan
Utara-Selatan terkait dengan pertumbuhan yang tidak seimbang yang mana
mayoritas negara-negara Utara ialah negara maju yang unggul dalam bidang
informasi, penguasaan teknologi, dengan struktur masyarakat yang mudah menerima
perubahan (dinamis dan terbuka). Sedangkan sebagian besar negara di belahan
Selatan ialah negara berkembang dan terbelakang baik dalam aspek ekonomi,
teknologi, informasi, dengan struktur masyarakatnya yang cenderung tertutup
(isolasionis). Dalam perkembangan negara yang demikian, negara yang lebih
unggul cenderung menggantikan negara yang mengalami kemerosotan sehingga selalu
terdapat kecenderungan jatuh bangunnya suatu supremasi, dicontohkan jatuhnya
supremasi Inggris Raya bersamaan dengan diakuinya hegemoni Amerika Serikat,
hingga sekarang dikenal dengan kebangkitan Asia melalui perekonomian Chna dan
India yang menyaingin Amerika Serikat dan Jepang. Peran perekonomian yang
menggnati secara parsial konsep hardpower militer, angkatan laut yang
mendominasi pasca Revolusi Industri Inggris dan pasca Perang Dingin, menjadikan
tatanan dunia lebih bersifat multipolar daripada bipolar maupun unipolar.
Peranana ekonomi dan munculnya isu-siu baru yang menarik perhatian
negara-negara secara keseluruhan seperti isu lingkungan dan pemanasan global,
mengakibatkan peranan aktor lain seperti organisasi internasional, rezim
internasional, serta perusahaan internasional mutlak diperlukan untuk
melengkapi fungsional peranan negara. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa
konseptualisasi “Geopolitik” yang sarat dengan perlombaan militer, politik
ekspansi, dan kewilayahan kehilangan esensi, meskipun tidak sepenuhnya,
digantikan oleh konseptualisasi “Geopolitics’ yang lebih luas dalam beragam
aspek.
Tujuan:
Mengetahui
perkembangan dunia dalam konteks geopolitik dengan menggunakan teori-teori yang
telah dipahami
Pembahasan
Materi
Pemahaman
geopolitik dan geostrategi dalam merefleksikan perkembangan konteks dunia dapat
diperoleh melalui pengetahuan mendalam dasar sejarah dan struktur suatu negara
dalam situasi dan kondisi tertentu. Misalnya kemampuan dalam menjelaskan proses
jatuh bangunnya supremasi dunia dan bentuk tatanan dunia baru sekarang bisa
diperoleh melalui pemahaman terhadap konteks ‘struktur’, ‘sejarah’, dan
konsekuensi suatu peristiwa.
Dua hal
tersebut, yakni sejarah dan struktur, membantu menjelaskan siklus stabilitas,
perpecahan, trauma, dan serangkaian kondisi secara holistik. Sedangkan
‘struktur’ membantu menjelaskan hubungan yang terjadi dalam perkembangan tidak
seimbang ‘uneven development’, komunitas terbuka ataukah tertutup, dan rezim
politik yang saat itu berpengaruh. Secara garis besar, yang diperlukan dalam
merefleksikan situasi dan kondisi perkembangan negara-negara dalam konteks
geopolitik ialah ‘sekumpulan data’.
Contoh
konkretnya yakni China. China terlahir dari suatu komunitas, bahkan peradaban
paling tua di dunia dalam proses menjadi bangsa besar ‘building nationa
process’ yang mana China selalu tidak lepas dari tradisi berperang dan ledakan
jumlah penduduk. Teritori yang terbatas dan jumlah penduduk yang besar
mengakibatkan terjadinya kompetisi yang berujung pada invasi dan perang
antardinasti. Konsekuensinya ialah, China terbentuk sebagai komunitas yang
terisolasi dan tertutup, artinya sangat takut terhadap orang asing. Salah satu
implementasi dari nilai-nilai isolasi tersebut ialah dibangunnya tembok China
sebagai usaha untuk membentengi kultur budaya China agar tidak tercampur oleh
bangsa asing ‘invasi mongolia’ saat itu. Kedua, ialah kebijakan Mao Zedong
melakukan reformasi internal daripada menjalin hubungan (ketergantungan
‘interdependensi’) dengan pihak asing saat itu.
Contoh lain
yang menjelaskan ‘instabilitas’ pada negara-negara di suatu wilayah ialah
instabilitas di Timur tengah. Instabilitas tersebut berasal dari sejarah Timur
Tengah yang: (1) berada di antara kerajaan Roma dan Kerajaan Persia, (2) berada
di tengah-tengah Kerajaan Bizantium Roma dan Dinasti Arab, (3) di tengah-tengah
kebudayaan Barat dan Islam. Sebagaimana wilayah Asia Tengah yang cenderung
diliputi ketidakstabilan sebagai konsekuensi di tengah-tengah Rusia dan Eropa.
Teritori tersebut di atas menjadi obyek kepentingan banyak hegemoni dan
proteksi. Stabilitas dan ketidakstabilan berkontribusi terhadap konfigurasi
dimensi yang terlibat di dalamnya baik politik, sosial, demografis, etnis,
budaya, ekonomi dan lainnya. Dimensi ini terus menerus mengalami dinamika dan
kemudian menjadi data utama dalam memahami tatanan geopolitik. Oleh karena itu,
terus menerus ditekankan untuk melandaskan unit eksplanasi pada serangkaian
data tersebut dan tidak membatasi penjalasan pada konsep teoritis semata.
Rise and Fall of Supremacy. Disebutkan bahwa jatuh bangunnya kekuatan hegemoni
secara historis melalui suatu siklus logis yang sama. Dicontohkan supremasi
yang mengalami kolaps yakni Roma, Inggris, Uni Soviet, dan Amerika Serikat
(secara ekonomi, tapi tidak secara keseluruhan peranannya), dan yang mengalami
kemunculan sebagai supremasi baru ialah India, China (secara ekonomi dan
politis), Saudi Arabia, Brazil dan Iran.
Siklus
keruntuhan suatu supremasi melalui tahap yang tidak diduga. Keruntuhan, secara
geopolitik, didefinisikan sebagai peristiwa setelah melalui proses yang panjang
di antara komunitas dan sistem politik. Seringsekali yang lebih kuat membawa
tatanan baru. Misal pada abad ketujuhbelas (1789) terdpat perubahan tatanan
politik dan sosial yang berkontribusi terhadap perubahan geopolitik yaitu berakhirnya
era monarkis dan kerajaan-kerajaan. Kedua, pada 1914, Perang Dunia I
mengakibatkan perubahan geopolitik yang mana muncul dua kekuatan bipolar yakni
Uni Soviet dan rezim autoritarian. Ketiga, pada 1989-1991, berakhirnya perang
dingin berkonsekuensi terhadap perubahan geopolitik yang bersifat unipolar yang
mana Amerika Serikat muncul sebagai hegemoni baru. Keempat, pada 2001
globalisasi dan pelanggaran internasioal membawa tatanan geopolitik baru yang
lebih multipolar dengan keterlibatan aktor negara dan munculnya isu-isu
geopolitik baru seperti minyak metnah, energi, kultur, ekonomi dan lingkungan.
Secara
struktur, disampaikan terdapat dua dimensi tatanan dunia yakni ‘kemiskinan’ dan
‘wealth’, dalam kata lain ‘inequality’ yang terjadi akibat ‘uneven development’.
Kesimpulan
Rise and Fall of World Supremacy to Western Hegemony and The End of
Geopolitics (?)
Macam-macam
geopolitik dan fasenya dapat diringkas sebagai berikut: (1) masa geopolitik
klasik, (2) geopolitik perang dunia II, dan (3) geopolitik perang dingin. Pasca
berakhirnya perang dingin, bukan berarti geopolitik telah mati. Teritori secara
fisik masih berperan penting dalam perpolitikan internasional dan strategisnya.Uneven
Development: hubungan antara ‘Utara dan Selatan’ terkait dengan
kepemilikan sumber daya alam dan ‘inequality’ yang mana sejak tahun 1950 telah
makar suatu gagasan bahwa untuk menciptakan dunia yang damai, maka negara
miskin (Selatan) perlu untuk ‘berkembang’ dan ‘modern(isasi)’, baik dalam
konteks ‘human security’, memelihara dan mendukung hegemoni, untuk kepentingan
ekonomi Barat, atau untuk aliansi melawan komunisme (Slater, 2004: 57-79);
Arts, 1994). Pasca perang dingin, persoalan ‘underdevelopment’ antara
Utara-Selatan ini menjadi subyek utama dalam pemikiran geopolitik.
Pusat
persoalan Utara-Selatan terletak pada akses tidak seimbang terhadap sumber
daya, sebagaimana juga bentuk dari dominasi Barat, terkait reformasi dan
regulasi ekonomi yan gmegarah pada perbedaan teori tentang dependensi dan
neo-kolonialisme (slater, 2004: 128). Misalnya beberapa aktivitas Amerika
Serikat di wilayah Teluk Persia secara langsung berkaitan dengan tatanan
geopolitik tersebut, yang mana kebijakan ditujukan untuk mengamankan ekonomi
minyak mentah (milik) Barat (Slater, 2004: 191; Agnew, 2002: 158). Geopolitics
dan Globalisasi. Konteks geopolitik dalam globalisasi terkait dengan
menurunya kapabilitas negara berkaitan dengan munculnya beragam aktor
internaisonal, organisasi dan perusahaan—MNC dan TNC (De Pater, Groote, dan
Terlouw, 2002: 1680). Contoh realnya ialah ‘Banana Republics’. The
Rise of new great powers and New Forms of Government. Terkait dengan
konteks ini, terdapat China yang muncul sebagai ‘challenger’ hegemoni baik
secara ekonomi dan militer. Terlihat sekali dalam beberapa kasus misalnya
‘Google Security Breached’, propaganda ‘The Internet Freeedom’, kasus Nobel
2010 Liu Xiaobo, dan upaya AS untuk memaksa China mengapresiasi Yuan,
menunjukkan bahwa masing-masing blok, utamanya Barat melakukan pendekatan yang
sangat hati-hati terhadap China.
Kata Kunci :
struktur,
supremasi, hegemoni, geopolitik, geopolitics, dunia multipolar
Guiding
Question:
- ‘Uneven Development’: jelaskan bagaimana perkembangan tiap-tiap negara menyebabkan ketidakseimbangan perkembangan sistem politik dunia karena perbedaan berbagai unsur seperti berikut: sumber daya, geografi, sumber daya alam, dll.
- ‘Rise and fall of the Supremacy’ : Utarakan situasi dan kondisi jatuh bangun fase hegemoni di dunia misal Inggris, Amerika, Jerman, dan Rusia (titik beratkan pada historis faktor ekonomi sejak revolusi industri hingga sekarang, dan kemajuan industri dan perekonomian mereka masing-masing.
- “The Multipolar World”: jelaskan munculnya (a) aktor2 baru atau (b) negara yang di luar hegemoni Amerika dan Rusia serta negara2 lain dengan sekuriti yang kuat seperti Jerman dan Jepang (jelaskan dengan mengikutsertakan variabel peran teknologi)
- ‘The End of Geopolitics or Geopolitik’? apakah situasi dan kondisi di atas mengakhiri ‘konsep geopolitik’ dan merupakan awal terhadap ‘geopolitics’?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar