Minggu, 05 Januari 2014

Konsep Islam Indonesia

Konsep Islam Indonesia

Konflik-konflik bernuansa agama sering kali mengemuka dan terjadi hampir diberbagai daerah. "Karena itu, konsep Islam yang moderat harus lebih kokoh menghujam di bumi Indonesia," demikian pesan singkat TGH.Zainul Majdi,MA (TGB) dalam Pertemuan Multaqa Nasional II dan Seminar Internasional Tentang Moderasi Islam yang diadakan alumni Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir di Jakarta, Sabtu (7/7).micom
Potret harmonisasi kehidupan berbangsa di Indonesia makin tercoreng oleh banyaknya konflik-konflik yang terjadi antar kelompok masyarakat baik dengan alasan perbedaan suku, ras, perbedaan organisasi kelompok, perbedaan bendera partai dan lain sebagainya. Bahkan konflik bernuansa agama pun sering terjadi dengan alasan beda agama dan bahkan beda aliran keagamaan. keumuman fenomena demikian hampir atau bahkan sudah terjadi di setiap daerah di Indonesia, begitupun juga di Nusa Tenggara Barat potret harmonisasi kehidupan cukup terusik dengan munculnya berbagai konflik yang walaupun sifatnya hanya konflik antar kelompok masyarakat (conflict community).
Secara nasional konflik-konflik yang bernuansa agama pun sering terjadi dan menjadi nontonan pulgar, konflik antar umat Islam sendiri atau antara agama lainnya dengan alasan fundamentalis untuk menegakkan syari’at dengan dengan menegasikan tujuan kehidupan bermasyarakat yang harmonis. Resolusi atas masalah besar ini sebenarnya sudah terjawab dengan gagasan atau konsep Islam yang moderat para intelektual Islam, dimana masyarakat Islam diharapkan lebih banyak menerapkan konsep dan pemahaman Islam yang moderat.
Kalangan intelektual muda Indonesia juga banyak mendorong gagasan tersebut salah satunya adalah TGH. Dr. Zainul Majdi, MA (TGB) sebagaimana ditegaskan dalam Petemuan Multaqa Nasional II dan Seminar Internasional Tentang Moderasi Islam yang diadakan alumni Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir di Jakarta “Konsep Islam yang moderat harus lebih kokoh menghujam di bumi Indonesia”.
Pernyataan TGB dalam “kalimat” Konsep Islam yang moderat harus lebih kokoh menghujam di bumi Indonesia, mengandung makna yang padat subtansif. Semantik kata moderat dapat dimaknai, toleran, rukun, harmonis bahkan soft, dan sikap moderat bukan berarti kompromis terhadap prinsip-prinsip dasar agama. Menarik untuk dicerna dalam kalimat ini adalah kata menghujam, seolah memberikan inspirasi betapa konsep Islam moderat penting untuk dikembangkan atau dibumikan di nusantara ini, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk secara bersama-sama meletakan Islam moderat melekat dalam setiap sikap batin masyarakat indonesia yang pluralis.
Kalimat TGB ini cukup progresif dan rasional karena bercermin pada fakta multi majemuknya masyarakat Indonesia. Pada prinsipnya konsep “Islam Moderat”, merupakan sebuah tawaran konseptual yang dapat dijadikan acuan oleh masyarakat untuk memahami Islam yang toleran dan menjunjung perbedaan. Apakah sebenarnya dalam al-Qur’an, al-Hadits telah tersirat bagimana bersikap moderat dalam ber-Islam oleh karena itu konsep demikian adalah tepat dan bukanlah suatu hal yang menyimpang dalam ajaran Islam ?.
Gagasan TGB tentang “Konsep Islam yang moderat harus lebih kokoh menghujam di bumi Nusantara” adalah gagasan yang responsif dan sangat mengakar pada karakteristik pluralisme bangsa Indonesia sehingga dengan mengembangkan pemahaman Islam moderat untuk konteks Indonesia amatlah begitu penting dan merupakan suatu prasyarat faktual untuk merawat kokohnya bangunan pluralisme bangsa.
Secara faktual kita ketahui masyarakat bangsa ini terdapat beragam agama dan dalam Islam pun terdapat “banyak” faham, adanya perbedaan agama serta multi-etnis. Konsep Islam moderat mengajak bagaimana Islam dipahami secara kontekstual, memahami bahwa perbedaan dan keragaman adalah sunnatullah yang tidak dapat ditolak keberadaannya. Jika hal ini direalisasikan maka dapat diyakini Islam akan menjadi agama rahmatan lil alamin.
Pertanyaannya dapatkah perbedaan faham, agama serta perbedaan etnis manjadi modal dasar dalam membangun bangsa yang sangat pluraslistik ini atau paling tidak memperkokoh bagunan yang harmonis di daerah khsusunya di NTB? Jawabannya tentu sangat sederhana dimana setiap perbedaaan itu saling menghormati, tidak saling menyalahkan, tidak menyatakan paling benar sendiri, dan bersedia berdialog, sehingga tercermin bahwa perbedaan itu benar-benar rahmat.
Jika ini yang dijadikan pijakan dalam beramal dan beragama, maka inilah sebenarnya makna konsep “Islam moderat”. Walaupun dalam Islam sendiri konsep “Islam moderat” tidak ada rujukannya secara pasti, akan tetapi untuk membangun Islam yang santun dan mau mengerti golongan lain, tanpa mengurangi prinsip-prinsip Islam yang sebenarnya, konsep “Islam moderat” tampaknya patut diaktualisasikan dalam sendi-sendi kehidupan bermasyarakat.
Jika ditelisik kebelakang dalam konteks daerah maupun nasional gagasan Islam moderat oleh TGB sudah lama tercermin dalam berbagai sikapnya, tidak hanya ketika manjadi Gubernur NTB akan tetapi dalam memimpin Nahadatul Wathan Pondok Pesantren terbesar di NTB ini, TGB banyak melakukan aktualisasi konsep tersebut. Baru-baru ini juga dapat dilihat bagaimana TGB membangun komunikasi yang harmonis dengan para Toma, Toga dan pemimpin agama lainnya ketika ada kunjungan kerja dan silaturrahmi dari Forum Kerukunan Antar Umat Beragama (FKUB NTB) dengan TGB sebagai Gubernur NTB. “Pesan” TGB dalam pertemuan ini adalah bahwa “perbedaan kepercayaan janganlah dijadikan sebagai permasalahan tetapi perbedaan tersebut hendaknya dijadikan persamaan untuk menciptakan kerukunan”.
Pesan singkat yang disampaikan sosok TGB di atas semakin membentuk sikap aktualisasi Islam moderat seorang yang menjadi Tuan Guru sekaligus Gubernur. Bahwa sebagai pemimpin ummat dan daerah sangat patut TGB menjadi tauladan dalam menegakkan harmonisasi di atas pundak pluralisme.
Dalam wacana pluralisme saat ini istilah moderat memiliki konotasi yang posistif dan soft, bahkan Islam moderat sering disandingkan dengan kata anti kekerasan dan anti terorisme, identik dengan Islam yang bersahabat, dan tidak pula sebagai wakil Islam ektrim kanan maupun kiri. Mengutip pandangan Azyumardi Azra maupun Dien Syamsudin dalam berbagai kesempatan bahwa landasan teologis-ontologis yang dibangun untuk memperkokoh Islam moderat ini adalah memiliki padanan dengan istilah arab ummatun wasathan atau al-din-al wasath yang berarti golongan atau agama tengah dan tidak ekstrim.
Di tengah lautan pluralisme dengan ragam warna golongan, agama dan etnis di Indonesia Islam moderat menjadi kutub harmonisasi kerukunan berbangsa dan bukan pula sebagai sikap kompromis atas prinsip-prinsip dasar agama Islam sebagaimana pernah dituduhkan oleh kelopok fundamentalis bahwa menjadi Islam moderat adalah sebagai muslim yang “banci”.
Menempatkan gagasan Islam moderat dalam bingkai pluralisme adalah merupakan sintesis atas beragamnya perbedaan, pluralisme menjadi modal besar sejarah kemerdekaan bangsa, kerena kemerdekaan Indonesia di banguan atas dasar pluralisme. Perbedaan agama, golongan ras dan etnis dijadikan ikatan kokoh nan teguh untuk mendirikan bangsa besar yang bernama NKRI.
Sebagai generasi anak bangsa sepatutnya kita melihat kebelakang dan tidak a historis dan tetap manyadari bahwa kerukunan dan komitmen kebangsaan menjadi pilar penyangga pluralisme bangsa ini. Sehingga dalam konteks Islam di Indonesia, Islam moderat menjadi konsep yang aplikatif dan aktual sebagimana dikatakan Syafi’i Ma’arif, “ber-Islam dalam Bingkai Keindonesiaan” atau pendapat Azyumardi Azra juga kerap menyebut bahwa “Islam moderat merupakan karakter asli dari keberagamaan Muslim di Nusantara”, sehingga tepat apa yang disampaikan TGB “Konsep Islam yang moderat harus lebih kokoh menghujam di bumi Indonesia”.
Sikap toleransi yang ditunjukkan TGB ini jika dilihat secara makro adalah pesan singkat yang ingin disampaikan bahwa apapun keyakinanya, rajutan kebersamaan menjadi modal utama untuk mengelimir konflik yang terjadi selama ini untuk terwujudnya masyarakat yang sejahtera.
Begitupun secara mikro, pesan yang ingin disampikan khususnya pada masyarakat NTB adalah sosok figur pemimpin tidak bersikap elitis-insklusif dalam wadah satu golongan saja akan tetapi menjadi pimpinan bagi semua golongan, oleh karena itu silaturahmi kerukunan harus dilakukan secara konprehensif-reguler, baik dalam forum kerukunan antar umat beragama, forum Toga-Toma se NTB, maupun forum antar suku bangsa yang ada di NTB yang tidak terbatas pada konteks Sasambo saja, sehingga tetap terjalin komunikasi yang dialektis untuk membumikan prinsip toleransi, harmonisasi dan saling menghargai perbedaan dalam setiap sikap batin masyarakat Nusa Tenggara Barat sehingga, konsep Isalam moderat menjadi pilar utama sebagai penyangga harmonisasi dan perdamaian di NTB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar