Peran NU dalam Negara
Pasca meninggalnya KH Abdurrahman Wahid, Gus Dur,
intoleransi semakin meningkat dan semangat kebhinnekaan menjadi barang yang
semakin langkah di negeri ini. Monopoli keyakinan dengan ancaman kekerasan
menjadi menu sehari-hari. Kelompok-kelompok pengusung panji-panji kekerasan
semakin mendapatkan tempat di negeri ini akibat penguasa tidak bernyali dan
lembek.
Yang lebih memprihatinkan simpul-simpul kekerasan
yang mengancam kebhinnekaan justru muncul di kota-kota besar di Indonesia
seperti Jakarta, Surabaya, Makassar dan Yogyakarta. Kekerasan yang dilakukan
mulai dari pembakaran tempat ibadah, pembubaran kegiatan keagamaan, perusakan
makam-makam leluhur, dan pengusiran warga yang berbeda keyakinan, semua aksi
tersebut dilakukan atas nama agama dengan klaim Tuhan merestui aksi keji
tersebut.
Selain aksi kekerasan yang dilakukan mereka juga
mengkampanyekan penggantian ideologi negara secara terbuka dan massif melalui
berbagai media, rapat terbuka, dan penggalangan massa. Semua aksi-aksi tersebut
dilakukan secara bebas karena mereka tahu para penguasa tidak punya nyali.
Konsensus para pendiri bangsa ini adalah
Demokrasi Pancasila yang di dalamnya ada kebhinnekaan tanpa membedakan warna
kulit, keyakinan, suku dan agama dalam bingkai kesatuan. Di negeri ini semua
warga negara mempunyai hak yang sama untuk menjalankan keyakinannya tanpa rasa
takut karena konstitusi menjamin hak tersebut.
Sayangnya penghianatan mulai dilakukan oleh anak
bangsa sendiri, mereka mengatasnamakan kebebasan berpendapat, dan berlindung
dengan topeng demokrasi yang mereka haramkan sendiri. Pengkhianatan tersebut
dilakukan dengan cara merusak keanekaragaman, memaksakan kehendak dan
kekerasan, dampak pengkhianatan tersebut mulai terasa pada kehidupan berbangsa
yang mulai rapuh dan keropos, saling curiga, pertumpahan darah dan
disintegrasi, rakyat hidup tidak aman lagi di negerinya sendiri.
Indonesia selama ini dikagumi dan menjadi
contoh dalam menjaga kebhinnekaan oleh dunia. Jangan sampai kita sebelah
mata dan dihujat karena membiarkan kelompok-kelompok sektarian menghancurkan
kebhinnekaan, yang lebih menyedihkan hukum menjadi tumpul ketika berhadapan
dengan kelompok tersebut.
Di tengah pesimisme dan keputusasaan akibat alat
negara tidak berfungsi menghadapi kelompok-kelompok radikal, kita masih bisa
berharap kepada NU sebagai benteng terakhir untuk menjaga kebhinnekaan yang
sudah diperjuangkan dengan darah dan air mata.
Kenapa NU? Inilah satu-satunya ormas yang
memiliki keberanian untuk melawan kelompok-kelompok radikal yang akan mencoba
mengganggu kebersamaan dan kesatuan Indonesia. NU berdiri paling depan di saat
ormas Islam lain diam dan takut mengambil tindakan untuk melawan kelompok
radikal tersebut, ormas Islam lain biasanya hanya sebatas mengeluarkan
keprihatinan di saat terjadi kekerasan.
NU tidak hanya siap melawan secara fisik,
perlawanan di mimbar-mimbar diskusi dan seminar baik di dunia maya maupun
secara lansung juga dilakukan untuk melawan pemikiran yang akan mencoba
memonopoli kebenaran untuk merusak kebhinnekaan dan kebangsaan.
Tidak hanya kaum intelektual NU dan para ulama
kharismatik yang melakukan perlawanan, para kiai kampung di pelosok desa pun
tanpa lelah membentengi umat dari racun pemikiran kelompok radikal melalui
majelis-majelis taklim dan pengajian.
Faktanya NU lah yang bergerak cepat untuk
mengambil tindakan di saat kelompok radikal melakukan tindakan kekerasan, kasus
terakhir adalah perusakan makam cucu Sultan HB VI di Yogyakarta dimana organ
NU, Banser akan bertindak tegas dengan memburu para pelakunya apabila aparat
negara melakukan pembiaran terus-menerus terhadap aksi intoleransi.
Indonesia tanpa NU akan menjadi negara yang penuh
konflik sektarian, kelompok-kelompok intoleran akan semakin membabi buta
memaksakan kehendaknya. Pembiaran terhadap aksi-aksi mereka tidak menutup
kemungkinan akan menjadikan negeri ini dalam jurang perpecahan.
Tanpa melebih-lebihkan, Indonesia tanpa NU adalah
negeri tanpa benteng yang bisa diserang dari segala penjuru. Kita patut
bersyukur benteng tersebut masih kokoh berdiri dan tanpa lelah melindungi
Indonesia yang penuh kebhinnekaan. NU tidak bisa kita biarkan bekerja sendiri,
kita ikut bertanggung jawab untuk menjaga republik yang kita cintai ini untuk
tetap kokoh dan penuh warna.
Tanpa mengecilkan peran alat negara, NU menjadi
contoh positif bagi penguasa untuk segera mengambil tindakan tegas ketika
ancaman akan kesatuan terancam. Negara dengan alat kelengkapannya harus berani
dan tanpa kompromi ketika ada kelompok-kelompok yang mencoba memaksakan
keyakinannya untuk memecah belah NKRI. Indonesia adalah rumah besar dengan
berbagai ragam keyakinannya dari sabang sampai Merauke, kita tidak akan
membiarkan rumah besar ini keropos dan ambruk dari serangan badai kelompok
intoleransi, karena kita yakin Pancasila dan NKRI adalah harga mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar